Sutoyo Abadi: Gila Beneran Gila, Rakyat Masih Terpukau Panggung Drama Politik Sandiwara
Koordinator Kajian Politik Merah Putih, Sutoyo Abadi, tak main-main dengan kritiknya. Menurutnya, setelah setahun lebih berkuasa, pemerintahan Presiden Prabowo masih saja diselimuti awan hitam. Harapan rakyat? Masih menggantung, tertutup tebal oleh drama politik yang tak ada habisnya. Pernyataan pedas ini dia sampaikan dalam sebuah artikel tertanggal Kamis, 4 Desember 2025.
“Semua pejabat negara sudah lulus sensor sebagai sutradara drama politik sandiwara,” sindir Sutoyo tanpa tedeng aling-aling.
“Semua urusan yang menyangkut hidup matinya rakyat, ya tenggelam begitu saja di panggung sandiwara itu.”
Dia lalu menyentil respons pemerintah atas bencana banjir bandang di Aceh, Sumut, dan Sumbar yang menewaskan sekitar 600 orang. Alih-alih sigap, yang muncul justru drama penundaan status darurat nasional.
“Skenario politiknya sibuk memastikan apakah darurat nasional ini aman bagi portofolio para penguasa atau tidak,” sambungnya dengan nada kesal.
Air bah menghanyutkan rumah. Tanah longsor menelan desa. Anak-anak hilang, jembatan runtuh. Tapi di mata drama politik, yang penting cuma satu: harga saham tambang dan perkebunan. Bahkan, di kasus Morowali, sandiwaranya disebutnya tampil telanjang bulat, tanpa sisa kepedulian.
Waktu terus berjalan. Namun Sutoyo mempertanyakan, apakah Presiden masih menunggu waktu yang tepat, atau justru kehilangan waktu karena tersesat dalam sandiwara para menterinya yang ia sebut “dungu dan primitif”. Panggung drama ini, katanya, sangat kuat. Ia mengelilingi kita, membius dengan harapan palsu yang dikemas rapi dalam kebohongan.
“Dalam kasus lain tampak jelas Presiden ragu-ragu melangkah. Sesekali menterinya dipasang sebagai bemper di depan, hitungan jam kemudian ditarik kembali,” ujar Sutoyo.
“Lihat kasus Purbaya. Rakyat gegap gempita akan membersamai, eh dalam hitungan menit ditarik lagi. Semoga Menhan Syafrie Syamsuddin yang dilepas ke depan untuk menghadapi perampok dan penghianat negara, tidak akan meredup lagi.”
Menurutnya, sejarah sudah membuktikan. Drama politik dengan sikap maju-mundur seperti udur-udur (kepiting) tak akan pernah melahirkan pemimpin yang bisa jadi simbol perjuangan pahlawan sejati.
Artikel Terkait
UGM Kembali Revisi Tanggal Kelulusan Jokowi, Kini Jadi 23 Oktober 1985
Mendagri Tito Desak Digitalisasi Bansos: Agar Tepat Sasaran, Tak Lagi Salah Alamat
Indonesia Galang Dukungan Global di WIPO untuk Reformasi Royalti Musik
Bencana atau Kesalahan? Saatnya Gugat Negara dan Korporasi Atas Banjir dan Longsor