Komentar-komentar warganet seperti itu pun ramai bermunculan. Mereka menyoroti kesenjangan antara narasi resmi dan realita pahit yang dialami korban. Ada nada kecewa, marah, tapi juga doa yang tulus mengalir untuk keselamatan semua.
Di sisi lain, momen penyelamatan dalam video itu sendiri justru memberikan secercah cahaya. Ritme aksinya terasa spontan, kacau, namun penuh tekad. Jeritan, teriakan komando, dan akhirnya, erangan lega yang berujung pada ucapan syukur, "Ya Allah...". Itulah klimaksnya. Sebuah ungkapan yang keluar begitu saja, mewakili segala rasa lelah, takut, dan akhirnya, kelegaan yang tak terkira.
Peristiwa ini, di balik segala kesedihannya, mengingatkan kita pada satu hal: solidaritas manusia seringkali justru bersinar paling terang di saat gelap. Ketika infrastruktur mungkin gagal, hati manusia untuk menolong sesama bisa menjadi tali penyelamat yang paling kokoh.
Artikel Terkait
UGM Kembali Revisi Tanggal Kelulusan Jokowi, Kini Jadi 23 Oktober 1985
Mendagri Tito Desak Digitalisasi Bansos: Agar Tepat Sasaran, Tak Lagi Salah Alamat
Indonesia Galang Dukungan Global di WIPO untuk Reformasi Royalti Musik
Bencana atau Kesalahan? Saatnya Gugat Negara dan Korporasi Atas Banjir dan Longsor