Akun Instagram @medanhits.tv yang mengunggah video ini punya komentar. Mereka menulis bahwa inti dari momen emosional ini adalah reaksi spontan sang anak saat menyadari orang di depannya adalah ayah kandungnya.
Unggahan itu langsung ramai. Banyak warganet yang ikut terharu, membagikan ulang video tersebut sebagai simbol kuatnya ikatan keluarga. Namun begitu, di balik kehangatan pertemuan itu, tersimpan sebuah realitas yang jauh lebih pahit.
Faktanya, Aceh Tamiang saat itu sedang dalam kondisi darurat. Wilayah itu terisolasi parah. Jalan-jalan putus, permukiman terendam. Ribuan warga, termasuk sang ayah dalam video, dilaporkan mulai kelaparan karena bantuan logistik sulit didistribusikan. Adegan sang ayah membawa beras itu bukan sekadar kebetulan. Itu adalah upaya nyata seorang kepala keluarga untuk mencari makanan bagi orang-orang di rumahnya.
Jadi, video viral ini lebih dari sekadar kisah haru. Ia adalah alarm, sebuah gambaran nyata tentang betapa beratnya warga terdampak bencana berjuang memenuhi kebutuhan paling dasar: makan. Banjir besar telah memutus akses dan memicu krisis pangan di banyak titik pengungsian. Momen pelukan di jalan itu, meski mengharukan, terjadi di atas penderitaan yang masih berlangsung.
Artikel Terkait
Bencana atau Kesalahan? Saatnya Gugat Negara dan Korporasi Atas Banjir dan Longsor
KPRP Desak Kapolri Bebaskan Dua Aktivis Lingkungan yang Ditahan Polrestabes Semarang
Doktor dan Video Kontroversial: Ulangi Popularitas Lewat Konten Kosong?
UGM Siapkan Keringanan UKT untuk Mahasiswa Korban Bencana