Melihat situasi yang makin darurat, mereka pun menyampaikan sejumlah tuntutan tegas.
Pemerintah pusat harus segera menaikkan statusnya menjadi Darurat Bencana Nasional. Skala kerusakannya sudah jauh melampaui kapasitas daerah. Penanganan parsial harus dihentikan. Kerahkan semua sumber daya nasional logistik, tenaga medis, relawan untuk evakuasi dan bantuan yang terkoordinasi.
Tak cuma itu, mereka mendesak audit ekologis nasional yang independen. Audit ini harus menyoroti semua izin terkait deforestasi dan industri ekstraktif. Hasilnya wajib terbuka untuk publik.
“Tegakkan hukum secara menyeluruh kepada pihak yang terbukti memperburuk kerusakan lingkungan,” tegas mereka. Tidak boleh ada impunitas. Tidak boleh ada kompromi.
Dan yang tak kalah penting, harus ada rencana pemulihan ekologis jangka panjang untuk Sumatera. Pemulihan tak boleh cuma bersifat darurat, tapi harus menyentuh akar masalahnya.
Pada akhirnya, Paramasophia menegaskan bahwa persoalan ekologis ini adalah persoalan moral dan kemanusiaan. Bencana hari ini adalah buah dari pilihan kebijakan yang abai terhadap keberlanjutan.
Saat rakyat terdampak, negara tak boleh absen. Sikap setengah-hati di tengah kegagalan sistem adalah sebuah kezaliman. Ketika alam runtuh karena ulah manusia, tanggung jawab politik harus ditegakkan tanpa ragu.
Paramasophia Tegas pada Kebenaran, Berdiri untuk Keadilan.
Artikel Terkait
Korban Bencana Sumatera Tembus 776 Jiwa, Ratusan Masih Hilang
Bencana di Sumatera: 778 Tewas, Ratusan Masih Hilang, dan Ribuan Rumah Hancur
Sopir Mobil Evakuasi Langsa Jadi Predator di Tengah Banjir
Zita Anjani Beraksi Bersihkan Lumpur, Publik Geram: Deja Vu Pencitraan!