ujar Aan.
Peran relawan pun jadi sorotan. Pengelolaannya tak bisa asal-asalan. Lembaga, tegas Aan, harus punya struktur kerelawanan yang jelas, klasifikasi data, dan sistem kerja yang tertata. Relawan kini bukan lagi sekadar pelengkap, melainkan kebutuhan utama untuk memperluas jangkauan program.
Lalu ada soal audit syariah. Topik ini mendapat perhatian khusus. Aan menegaskan, audit berfungsi sebagai instrumen pengawasan agar seluruh proses berjalan sesuai syariat. Idealnya, audit dimulai sejak fase perencanaan. Dengan begitu, ruang lingkup pemeriksaannya jelas, sebelum kemudian masuk ke tahap pelaksanaan dan ditutup dengan pelaporan yang transparan. Intinya, ini adalah upaya memastikan zakat sampai ke tangan mustahik dengan cara yang sah dan benar.
Lebih jauh, Aan memetakan elemen-elemen kunci yang harus ada di direktorat program sebuah lembaga zakat. Mulai dari implementasi dan pengembangan program meliputi kajian, analisis, pembinaan spiritual, hingga optimalisasi jaringan ahli. Lalu penguatan kapasitas lewat product knowledge, pengelolaan proposal dan database mustahik, serta manajemen relawan yang rapi. Semua unsur ini saling menguatkan untuk mewujudkan grand desain yang komprehensif.
Lantas, seperti apa rancangan program PPZ yang ideal? Ia harus memuat prinsip integritas dan inklusivitas, standar ukur kemiskinan, penjelasan program utama, serta indikator keberhasilan di sektor ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan kebencanaan. Strategi implementasinya juga harus rinci, dari perencanaan sampai pelaporan. Aan menambahkan, pengembangan program perlu didukung analisis SWOT dan design thinking, plus penyusunan anggaran yang sesuai standar lembaga dan relevan dengan SDGs. Pengelolaan data mustahik adalah fondasi lain yang tak kalah vital, agar program berjalan informatif, transparan, dan tepat sasaran.
Terakhir, Aan menjabarkan indikator keberhasilan program pendayagunaan. Keberhasilan itu, katanya, bisa dilihat ketika mustahik punya keterampilan usaha yang bernilai ekonomis, fasilitas usahanya memadai, dan pembinaan keislaman yang diterima mampu membangun kesadaran spiritual mereka.
“Pemberdayaan tidak hanya soal ekonomi. Spiritualitas mustahik juga harus tumbuh agar perubahan yang terjadi menjadi lebih menyeluruh,”
pungkasnya.
Artikel Terkait
108 WNI Selamat, 9 Tewas dalam Kebakaran Hebat di Hong Kong
Santri Tunanetra Bakal Ramaikan Quran Camp di Bogor
Dedi Mulyadi Sewa Dua Pesawat, Bawa Bantuan Rp 7 Miliar untuk Korban Bencana Sumbar
Imigrasi dan Kemlu Sepakati Kolaborasi Baru untuk Penanganan WNA