Banjir bandang, tanah longsor, dan angin puting beliung kembali melanda. Wilayah Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh jadi sasarannya. Lagi-lagi.
Duka pun berdatangan. Ada warga yang terseret arus deras. Rumah-rumah hanyut tak bersisa. Banyak keluarga terpaksa mengungsi, meninggalkan segalanya. Yang menyedihkan, sebagian korban masih belum bisa dievakuasi. Akses jalan terputus total, hujan terus mengguyur, dan medan yang sulit bikin upaya penyelamatan nyaris seperti mustahil.
Di tengah situasi itu, BNPB dan BPBD setempat berjuang mati-matian. Tapi ya, keterbatasan peralatan dan personel jadi kendala nyata. Belum lagi cuaca ekstrem yang sama sekali tak membantu.
Ini bukan cerita baru. Tragedi serupa berulang setiap tahun dengan pola yang nyaris sama: datang secara masif, memakan banyak korban, tapi penanganannya selalu terasa lamban dan bersifat insidental. Pemerintah turunkan bantuan, tim evakuasi dikerahkan, logistik dibagi-bagikan. Tapi setelah semuanya reda? Penyebab utamanya tak kunjung berubah.
Lalu, pertanyaan besarnya: kenapa bencana ini terus berulang? Dan bagaimana sebenarnya Islam memandang realitas pahit ini bukan cuma sebagai musibah alam belaka, tapi juga sebagai cermin dari cara kita, manusia, mengelola bumi?
Bukan Cuma Alam yang Murka, Tangan Manusia Juga Berperan
Secara ilmiah, banjir dan longsor di banyak daerah Indonesia itu jarang yang benar-benar murni bencana alam. Lebih sering, itu adalah akibat dari ulah kita sendiri. Kerusakan hutan yang masif, pembukaan lahan besar-besaran, tata ruang yang amburadul penuh pelanggaran.
Pembangunan kerap mengabaikan daya dukung lingkungan. Ketamakan para pelaku usaha yang cuma kejar untung, ditambah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dari pemerintah. Semuanya berkontribusi.
Faktanya, eksploitasi alam di negeri ini terbilang sangat tinggi. Penebangan hutan, aktivitas pertambangan, alih fungsi lahan serapan air jadi kawasan industri semua terus terjadi. Belum lagi soal korupsi perizinan, kongkalikong proyek infrastruktur, dan pembangunan yang orientasinya profit, bukan keselamatan manusia.
Intinya, bencana ini seringkali bukan "bencana alam", tapi lebih tepat disebut "bencana akibat ulah manusia".
Islam sudah mengingatkan jauh-jauh hari:
Ayat ini bukan cuma bicara fenomena spiritual. Ini realitas ekologis yang nyata. Saat manusia jadi tamak dan serakah, saat mereka mengacaukan keseimbangan (mizan) yang Allah tetapkan, maka kerusakan itu akan balik menghantam mereka dalam wujud musibah.
Sistem Kapitalisme: Pemicu Eksploitasi dan Kerusakan
Kalau ditelusuri lebih dalam, akar banyak bencana ekologis ini ada pada paradigma kapitalistik. Sistem ini punya watak mengejar keuntungan tanpa batas. Alam cuma dilihat sebagai komoditas. Hutan, sungai, dan tanah dikorbankan demi investasi. Pertumbuhan ekonomi diutamakan, meski harus merusak ekologi. Industrialisasi didorong, tapi mitigasi dampaknya diabaikan.
Hasilnya? Penambangan masif, perkebunan skala raksasa, pembangunan properti tanpa AMDAL yang ketat, dan infrastruktur yang menggerus ruang konservasi.
Dalam pandangan Islam, ini jelas sebuah penyimpangan besar. Sebab dalam Islam, alam bukan objek yang boleh dieksploitasi semaunya. Ia adalah amanah dari Allah, titipan untuk generasi mendatang. Merusak ekologi berarti mengkhianati amanah itu.
Islam secara tegas melarang tindakan yang membawa bahaya, baik untuk manusia maupun lingkungan:
Sementara itu, model kapitalisme yang jadi landasan pembangunan justru mendorong kerusakan itu. Makanya, wajar saja kalau bencana terus berulang. Sistem yang dipakai tidak berpihak pada keberlanjutan, tapi pada keuntungan semata.
Penanganan Bencana: Sering Telat, dan Cuma Jangka Pendek
Selain soal penyebab, penanganan pasca-bencana juga banyak masalahnya. Di lapangan, yang terlihat adalah:
Artikel Terkait
Paus Leo XIV Desak Pengakuan Kemerdekaan Palestina dalam Lawatan Timur Tengah
Tito Karnavian: Kepala Daerah yang Tak Punya Insting Bisnis, Undang Saja Pengusaha
Ridwan Kamil Diperiksa KPK, Mobil Mewah dan Aliran Dana Iklan BJB Jadi Sorotan
Di Tengah Duka Bencana, Gubernur Sumbar Batalkan Pesta Pernikahan Anak