Janji Triliunan Relokasi China-Vietnam: Harapan Kosong di Tengah Gelombang PHK?

- Senin, 01 Desember 2025 | 14:00 WIB
Janji Triliunan Relokasi China-Vietnam: Harapan Kosong di Tengah Gelombang PHK?

✍🏻 Erizeli Jely Bandaro

Kalau ada satu hal yang tak pernah kekurangan di negeri ini, itu adalah bakat pemerintah mengolah kesulitan jadi slogan. Krisis pun dengan mudah diubah menjadi brosur investasi yang mengkilap.

Jadi, jangan kaget. Di tengah ekonomi yang limbung, pajak anjlok, pabrik-pabrik satu per satu gulung tikar, dan gelombang PHK tak terbendung, tiba-tiba kita disuguhi berita bombastis. Katanya, puluhan triliun investasi dari relokasi industri China dan Vietnam akan membanjiri Indonesia.

Itu bukan berita. Itu propaganda yang dibalut harapan, disebar untuk menutupi keputusasaan yang merajalela. Persis seperti menambal bocoran di lambung kapal dengan poster bertuliskan "Kapal Aman, Jangan Khawatir".

Bagi yang melek informasi, klaim semacam ini tentu harus dikunyah dulu, jangan langsung ditelan. Logikanya sederhana saja. Pabrik yang sudah berdiri dan beroperasi saja memilih tutup karena merugi, mana mungkin ada pabrik baru yang mau datang hanya untuk ikut tenggelam?

Industri tidak pindah karena romantisme diplomasi atau janji manis. Mereka pindah demi kepastian bisnis. Dan justru itulah yang nyaris tak kita miliki saat ini.

Sementara narasi investasi besar terus dipompa, realitas di lapangan justru jauh lebih suram. Ambil contoh industri tekstil. Baru-baru ini, lima pabrik di sektor hulu resmi berhenti beroperasi. Ini bukan wacana lagi. Ini fakta yang sudah terjadi.

Menurut pernyataan APSyFI, daftarnya adalah sebagai berikut:

  • PT Polychem Indonesia (di Karawang & Tangerang) berhenti total.
  • PT Asia Pacific Fibers (Karawang) ikut stop.
  • PT Rayon Utama Makmur dari Sritex Group juga tak beroperasi.
  • PT Panasia Indosyntec menghentikan kegiatan.
  • PT Sulindafin di Tangerang pun tak lagi berproduksi.

Korban yang langsung terdampak? Sekitar 3.000 pekerja kehilangan mata pencaharian mereka.


Halaman:

Komentar