Bagi Israel dan Netanyahu, pengakuan terhadap negara Palestina bukanlah sebuah opsi. Ambisi mereka jauh lebih besar: menguasai seluruh wilayah itu. Rencananya jelas, menjadikan tanah Palestina sebagai bagian dari "Israel Raya" yang mereka impikan sejak lama. Itu sebabnya, segala upaya akan mereka kerahkan untuk memastikan kendali mutlak berada di tangan mereka.
Akibatnya, setiap perlawanan apalagi yang melibatkan senjata seperti yang dilakukan Hamas langsung dicap sebagai aksi terorisme. Dengan label itu, Israel merasa punya pembenaran untuk menindak habis-habisan. Dan dunia pun seolah memberi lampu hijau.
Tapi benarkah adil menyebut pejuang kemerdekaan sebagai teroris? Mereka hanya berusaha merebut kembali apa yang dirampas: tanah, kebebasan, kedaulatan. Menurut saya, jelas tidak layak. Karena itu, Indonesia harus benar-benar waspada. Setiap tawaran atau rencana yang dilontarkan Israel dan Amerika Serikat, baik langsung maupun tidak, patut dicurigai. Di baliknya hampir pasti ada jebakan.
Ambil contoh Abraham Accord yang diteken tahun 2020 lalu.
Artikel Terkait
Bandara Morowali: Kedaulatan yang Hilang di Balik Kawasan Industri
Sumut Garap Sumber Dana Baru, Antisipasi Penyusutan Anggaran Rp4,7 Triliun
Upacara Tabur Bunga Polairud di Bitung, Penghormatan untuk Pahlawan Laut
Tudingan Pemerasan di Medsos Seret Nama Kabid Propam Polda Sumut