Ia pun menegaskan, kondisi ini sangat bertolak belakang dengan filosofi yang semestinya dipegang. “Dan ini sangat berlawanan dengan filosofi yang disampaikan oleh Pak Kepala BKN sebagai ‘bapak’ dari para ASN,” tandasnya.
Menanggapi hal itu, Menteri PAN-RB Rini Widyantini memberikan penjelasan. Perbedaan aturan mutasi itu, menurutnya, berkaitan erat dengan jenis jabatan yang diemban sang ASN. Untuk jabatan struktural, masa mutasi memang ditetapkan lima tahun. Sementara untuk nonstruktural, sepuluh tahun. Itu pun, katanya, berdasarkan usulan dari pemerintah daerah setempat.
“Jadi setiap pemerintah daerah itu sudah menghitung berapa formasi yang akan dilaku... yang mereka butuhkan. Tapi di dalam perjalanannya ternyata baru 2 tahun minta pindah ke Jawa misalnya, minta pindah ke mana, begitu. Mutasi dalam inter-instansi sudah bisa dilakukan. Tapi kalau mutasi antar-instansi memang harus nunggu 10 tahun karena kan kita sudah dihitung jumlahnya,” jelas Rini.
Ia melanjutkan, setiap pemda sebenarnya sudah membuat proyeksi formasi ASN untuk satu dekade ke depan. Hitung-hitungan itu dibuat agar mereka tidak kekurangan pegawai.
“Ini sebetulnya juga dulu inisiatif dari para kepala daerah yang memang menginginkan supaya mereka tidak kehabisan PNS-nya, tidak kehabisan sumber daya manusia aparatur,” ucap dia.
Jadi, di balik aturan yang tampak kaku itu, ada sebuah mekanisme perencanaan yang rumit. Sayangnya, di lapangan, yang terjadi justru gejolak sosial yang tak terelakkan.
Artikel Terkait
Di Balik Kisah Viral, Nurhadi Berjuang Kembali Bangun Rental PS untuk Hidup Mandiri
Biaya Haji 2026 Dipangkas, Calon Jemaah Bisa Hemat Sampai Rp 3 Juta
Tabayyun di Era Digital: Lima Prinsip Islami Menyaring Informasi
Kisah Nurhadi dan Sampah yang Menggugat: Ketika Viralitas Tak Sejalan dengan Fakta