tuturnya. Jumlah itu jelas jauh dari memadai, apalagi jika dibandingkan dengan UMK Surabaya.
Di sisi lain, ia juga mendapat bantuan dari pemerintah kota. Sekitar Rp 2 jutaan per bulan. Tapi, pencairannya tidak rutin. Dana itu baru ia terima setiap tiga bulan sekali, itupun dengan tanggal yang tak menentu.
"Setiap bulan dari dinas (Dinas Pendidikan) memang ada, sekitar Rp 2 jutaan sekian setiap bulan. Tapi baru kita terima setiap 3 bulan sekali dengan tanggal yang tidak menentu,"
jelasnya.
Meski begitu, Ida tak pernah setengah hati. Sudah 36 tahun ia mengabdi. Baginya, ini bukan sekadar mencari nafkah, tapi juga bagian dari ibadah.
"Kita mengabdi dengan hati, anggap saja ini sebagai sangu (bekal) saya di akhirat. Insya Allah akan dapat balasan di akhirat nanti,"
tegasnya dengan senyum.
Di Hari Guru Nasional yang jatuh setiap 25 November, Ida punya harapan sederhana. Ia ingin nasib guru, terutama yang mengabdi di sekolah swasta dan daerah terpencil, lebih diperhatikan.
"Guru-guru sekolah swasta itu kan gajinya tergantung dari jumlah siswanya. Nah kalau sekolahnya tidak terlalu besar, otomatis gaji yang diterima juga kecil. Semoga di momen Hari Guru ini, pemerintah lebih peduli lagi kepada nasib guru termasuk soal kejelasan status kami,"
harapnya. Harapan yang terdengar sederhana, tapi punya arti sangat dalam bagi ribuan guru seperti Ida.
Artikel Terkait
Razia Gabungan Bongkar Sindikat Narkoba dengan Sistem Bayar QRIS di Matraman
AS Kerahkan Kapal Induk, Venezuela Siagakan 8 Juta Milisi
Presiden Prabowo Dukung Program Makan Bergizi, Rencanakan Bantuan Motor untuk Percepat Distribusi
Cidahu Berduka: Pengkhianatan Berdarah di Balik Panggilan Palsu