Menjadi guru itu lebih dari sekadar profesi. Ini adalah panggilan jiwa. Tanpa ketulusan, rasanya mustahil bisa bertahan lama, apalagi dengan segala tantangannya. Bayangkan, selain masalah gaji yang seringkali tak sebanding dengan Upah Minimum, banyak guru seperti Rusida yang harus menempuh perjalanan jauh setiap harinya.
Ida, begitu ia akrab disapa, adalah Kepala TK di sebuah sekolah di Surabaya. Tapi rumahnya ternyata jauh, tepatnya di Kepatihan, Gresik.
"Rumah saya di Kepatihan, Gresik. Ya perbatasan dengan Surabaya,"
ujar wanita yang mengabdi di kawasan Banyu Urip ini suatu hari di akhir November.
Jarak yang harus ditempuhnya sekitar 18 kilometer. Setiap pagi, ia melintasi kota demi sampai tepat waktu sebelum pintu sekolah dibuka. Jam mengajarnya dimulai pukul tujuh, tapi Ida sudah harus berangkat jauh lebih awal. Biasanya, usai salat Subuh sekitar pukul lima pagi, ia sudah bersiap.
"Biasanya saya berangkat habis subuhan, sekitar jam 5 pagi, supaya tidak terlambat sampai sekolah karena di kawasan Surabaya barat itu kan area macet,"
terangnya. Macet di kawasan barat Surabaya memang sudah jadi hal biasa, dan Ida tak mau mengambil risiko.
Tak cuma jadi kepala sekolah, perempuan berusia lebih dari 50 tahun ini juga mengemban tugas lain. Ia mengajar kelas sekaligus membimbing ekstrakurikuler menari. Semua ia jalani dengan satu motor yang sama, hari demi hari.
Lalu, berapa sebenarnya gaji yang ia terima? Jujur, Ida mengaku hanya mendapat Rp 750 ribu per bulan dari yayasan tempatnya bekerja.
"Itu sudah include ya, karena selain kepala sekolah, saya juga pegang kelas dan juga mengajar ekstra kurikuler,"
Artikel Terkait
Razia Gabungan Bongkar Sindikat Narkoba dengan Sistem Bayar QRIS di Matraman
AS Kerahkan Kapal Induk, Venezuela Siagakan 8 Juta Milisi
Presiden Prabowo Dukung Program Makan Bergizi, Rencanakan Bantuan Motor untuk Percepat Distribusi
Cidahu Berduka: Pengkhianatan Berdarah di Balik Panggilan Palsu