Pertama, Muhammadiyah didirikan sebagai gerakan dakwah, bukan gerakan rebutan jabatan. Dari kecil, kader-kadernya sudah ditanamkan satu prinsip yang kadang bikin leha-leha: jabatan itu amanah, bukan privilege. Jadi ketika seseorang dipilih, yang ia rasakan bukan "wah, saya naik level" tapi lebih ke "wah, saya habis ini ndak bisa tidur nyenyak."
Kedua, sistem pemilihan Muhammadiyah itu damai banget. Pakai formatur. Artinya, peserta muktamar milih nama-nama yang dianggap layak, lalu nama-nama itu bermusyawarah sendiri menentukan siapa ketua umum. Tidak ada kampanye "visi misi", tidak ada baliho, tidak ada jargon "bersama saya Muhammadiyah akan bangkit". Muhammadiyah nggak perlu bangkit, dia sudah bangkit sejak 1912.
Ketiga, aset Muhammadiyah itu tidak bisa dipegang satu orang. Semua berada dalam AUM, Amal Usaha Muhammadiyah, yang manajemennya kolektif, rapi, dan super ketat. Ketua umum tidak bisa tiba-tiba jual rumah sakit untuk beli jet pribadi. Jadi kalaupun orang berebut jabatan, yang dia rebut itu cuma beban kerja, bukan harta karun.
Keempat, kaderisasinya panjang dan sifatnya natural. Orang yang naik ke pusat sudah kenyang pengalaman, sudah ketularan rendah hati, dan biasanya sudah lama hidup dalam kultur "kerja kolektif". Tidak ada tokoh yang ingin jadi sentral. Bahkan yang terlalu dominan pun biasanya diringankan lewat candaan internal.
Kelima, Muhammadiyah punya DNA ketertiban. Organisasi ini nggak suka hal-hal ribut. Forum besar mereka sering diplesetkan "mirip rapat dosen". Ada humornya, tapi ya ada benarnya: tenang, tertib, dan tidak berisik. Bahkan ketika debat, volumenya tetap sopan, seolah-olah sedang seminar metodologi penelitian.
Dan terakhir, semua dipayungi oleh nilai moral yang sudah mengendap sejak zaman KH Ahmad Dahlan: Memimpin itu beban, bukan penghormatan. Taklif, bukan tasyriif.
Maka jangan kaget kalau suksesi KETUM Muhammadiyah selalu terasa dingin seperti AC masjid kampus: tenang, jernih, tanpa banyak drama.
Semoga tradisi baik ini tetap terjaga sampai generasi berikutnya. Aamiin.
(Setiya Jogja)
Artikel Terkait
Notaris Pontianak Dihadang Penolakan Klien Isi Formulir Anti Pencucian Uang
Kalbar Perkuat Audit PMPJ untuk Awasi Kinerja Notaris
Pontianak Ditetapkan sebagai Kota Seribu Warkop, Pecahkan Rekor 1.035 Kedai
Densus 88 Ungkap Modus Baru Rekrutmen Teroris Lewat Gim Daring