Seorang pejabat Ukraina mengatakan kepada Reuters bahwa Kyiv hanya menerima "sinyal" mengenai proposal tersebut. "Ukraina tidak berperan dalam mempersiapkan proposal apa pun," ujar sumber anonim itu.
Kremlin membantah adanya rencana baru. "Tidak ada inovasi terkait kemungkinan proposal perdamaian sejak pertemuan Putin-Trump pada Agustus," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.
Gedung Putih juga tidak menegaskan keberadaan dokumen 28 poin itu, meski Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengakui bahwa AS sedang menyiapkan sejumlah opsi. "Pertukaran gagasan yang serius dan realistis diperlukan untuk mengakhiri perang yang kompleks dan mematikan seperti ini," tulis Rubio di media sosial. "Perdamaian yang langgeng membutuhkan konsesi sulit dari kedua belah pihak."
Namun para analis di Institut Studi Perang (ISW) menilai rencana tersebut, jika benar, setara dengan "kapitulasi penuh Ukraina." Mereka menyebut draf tersebut akan merampas kemampuan pertahanan penting Ukraina dan membuka ruang bagi agresi baru Rusia. "Rencana ini pada dasarnya sama dengan tuntutan Istanbul 2022 Rusia," tulis ISW.
Isi Rencana yang Mengundang Protes
Rencana yang didukung AS tersebut memang terasa berat bagi Ukraina. Ukraina akan menyerahkan wilayah Donbas kepada Rusia, termasuk pengakuan de facto Krimea, Luhansk, dan Donetsk sebagai wilayah Rusia. Kyiv masih memegang sebagian wilayah Luhansk dan Donetsk yang membentuk kawasan industri Donbas.
Yang tak kalah kontroversial, Ukraina harus mengurangi jumlah tentaranya menjadi 600.000 personel—pengurangan ratusan ribu dari jumlah saat ini. NATO akan setuju untuk tidak menempatkan pasukan di Ukraina dan negara itu dilarang bergabung dengan aliansi tersebut.
Sebaliknya, Rusia akan "diintegrasikan kembali ke dalam ekonomi global" setelah hampir empat tahun sanksi keras dan diizinkan kembali ke G8. "Diharapkan Rusia tidak akan menginvasi negara-negara tetangga dan NATO tidak akan memperluas jangkauannya," demikian bunyi dokumen tersebut.
Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan ia berharap dapat membahas rencana tersebut dengan Trump "dalam beberapa hari mendatang," dengan catatan bahwa kesepakatan apa pun harus menghasilkan "perdamaian yang bermartabat" dengan "penghormatan terhadap kemerdekaan dan kedaulatan kami."
Tanggapan hati-hati dari Kyiv ini sangat kontras dengan kemarahan beberapa pejabat Ukraina yang menyebutnya sebagai "kapitulasi" yang "tidak masuk akal". Rencana ini juga kemungkinan besar akan ditolak sekutu-sekutu Ukraina di Eropa.
Pada hari Kamis, sekretaris pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan kepada para wartawan, "Presiden mendukung rencana ini. Ini rencana yang baik bagi Rusia dan Ukraina."
Perang yang Tak Kunjung Usai
Perang drone vs drone ini telah berlangsung hampir empat tahun. Rusia menyerang, Ukraina bertahan. Ini adalah konflik terbesar setelah Perang Dunia II, dengan korban manusia di kedua belah pihak lebih dari satu juta orang dan pengungsi mencapai sepuluh juta.
Diplomasi "Stick & Carrot" mungkin menjadi strategi baru dalam upaya mengakhiri konflik berdarah ini. Seperti kata Benyamin Franklin, tidak pernah ada perang yang baik, atau perdamaian yang buruk. Atau seperti yang dinyanyikan John Lennon: yang kita butuhkan hanyalah memberi kesempatan pada perdamaian.
Namun jalan menuju perdamaian ternyata masih panjang dan berliku.
Artikel Terkait
Lampung Siap Dirikan Pusat Budaya, Akhiri Ketergantungan ke Daerah Lain
Tiga Jalur Tersembunyi Banyuwangi-Bondowoso, Nikmati Pemandangan dan Hindari Macet
Jimly dan Mahfud MD Serahkan Gagasan Amandemen Kelima ke Megawati
Gerbang Gedung Sate Berubah Wajah, Mirip Pintu Kerajaan