KUHAP Baru Disahkan: Koalisi Sipil Soroti 8 Klaster Pasal Bermasalah
Analisis Mendalam Terhadap Potensi Penyalahgunaan Wewenang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang Baru Disetujui
LATAR BELAKANG PENGESAHAN
Parlemen secara resmi mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru dalam rapat paripurna yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Pengesahan ini mendapatkan persetujuan bulat dari seluruh fraksi di DPR setelah melalui proses pembahasan dalam panitia kerja bersama Pemerintah dan Komisi III DPR.
Meski mendapat dukungan penuh dari legislatif, Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan sejumlah catatan kritis terhadap substansi aturan yang dianggap mengandung potensi masalah sistemik dalam penegakan hukum di masa depan.
KRITIK SUBSTANTIF DARI KOALISI MASYARAKAT SIPIL
"Pembahasan RUU KUHAP yang super singkat dan tidak substansial ini seperti mengulang sejarah kelam pembentukan undang-undang sebelumnya. Sama sekali tidak membahas pasal-pasal bermasalah, pasal karet, dan pasal yang menyuburkan praktik penyalahgunaan wewenang," tegas pernyataan resmi Koalisi Masyarakat Sipil.
PASAL 16: Ekspansi Metode Penyidikan
Metode penyamaran, operasi undercover buy (pembelian terselubung), dan controlled delivery (pengiriman di bawah pengawasan) yang sebelumnya hanya berlaku untuk tindak pidana khusus seperti narkoba, kini diperluas untuk semua jenis tindak pidana. Perluasan kewenangan ini dinilai berpotensi menjebak masyarakat umum dalam berbagai kasus hukum.
PASAL 5: Kewenangan Luas di Tahap Penyidikan
Pemberian kewenangan penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, hingga penahanan pada tahap penyelidikan—saat tindak pidana belum terkonfirmasi—dinilai membuka ruang bagi penerapan pasal karet dengan dalih pengamanan.
PASAL 90, 93, dan 93 AYAT 1: Penahanan Pra-Perkara
Pengaturan yang memungkinkan penangkapan dan penahanan pada tahap penyelidikan berpotensi mengabaikan prinsip presumption of innocence. Kekhawatiran utama adalah aparat dapat menahan seseorang tanpa memerlukan izin hakim terlebih dahulu.
PASAL 105, 112A, 132A, 124: Kewenangan Paksa Tanpa Pengadilan
Pemberian kewenangan untuk melakukan penggeledahan, penyitaan, dan pemblokiran tanpa izin pengadilan dengan alasan "keadaan mendesak" berdasarkan penilaian subjektif aparat. Selain itu, penyidik diberikan kewenangan melakukan penyadapan tanpa izin hakim dengan berlandaskan undang-undang yang bahkan belum terbentuk.
PASAL 74A, 78, 79: Mekanisme Restorative Justice yang Bermasalah
Artikel Terkait
Amuk Parang di Keramaian Rantau, Satu Warga Terluka Parah
Status Awas, Pendakian Gunung Semeru Resmi Ditutup
Siswa SMP Tewas Usai Dipukul Kursi, Sembunyikan Penderitaan Dema Lindungi Ibu Sakit Jantung
Ancaman Rekrutmen Terorisme Online: Pemerintah Bergerak Lindungi Anak di Ruang Digital