Kelompok hak asasi manusia, termasuk Amnesty International, telah melaporkan serangkaian pelanggaran berat. Pola pelanggaran tersebut meliputi penghilangan paksa, penangkapan sewenang-wenang, hingga pembunuhan di luar hukum.
Partai oposisi utama, Chadema, memberikan pernyataan mengejutkan. Juru bicara mereka, John Kitoka, mengklaim bahwa sekitar 700 orang tewas sejak demonstrasi pecah pada akhir Oktober 2025. "Jumlah kematian di Dar es Salaam sekitar 350 dan di Mwanza lebih dari 200. Ditambah wilayah lain, totalnya sekitar 700," ujarnya. Meski angka ini belum dapat diverifikasi secara independen, sumber keamanan dan diplomatik mengonfirmasi bahwa korban jiwa memang mencapai ratusan orang.
Tuduhan Kecurangan dan Pembatasan Demokrasi
Hassan dan partai berkuasanya, Chama Cha Mapinduzi (CCM), menghadapi tuduhan kecurangan pemilu yang sistematis. Dua calon presiden dari kubu oposisi didiskualifikasi, sehingga Hassan hanya bersaing dengan 16 kandidat dari partai-partai kecil yang memiliki daya kampanye terbatas.
Protes atas proses pemilu yang dianggap tidak adil pun meluas ke berbagai kota, termasuk pusat ekonomi Dar es Salaam. Aparat keamanan, termasuk kepolisian dan militer, dikerahkan untuk membubarkan aksi demonstrasi. Pemerintah juga mengambil langkah-langkah tegas dengan menerapkan jam malam, memblokir akses internet, dan membatasi media sosial guna meredam tekanan publik dan mengontrol arus informasi.
Artikel Terkait
Prabowo Subianto Puji Kekuatan K-Pop & Kerja Sama Indonesia-Korsel di KTT APEC 2025
Viral Momen Sanae Takaichi Geser Kursi Dekati Prabowo di APEC 2025, Apa yang Dibicarakan?
Pembantaian El Fasher: RSF Bunuh 1.500 Warga Sipil dalam Genosida Sudan
Fadli Zon Ziarah ke Makam Syekh Yusuf, Perkuat Diplomasi Budaya Indonesia-Afrika Selatan