Sebab, tidak ada ancaman yang mengharuskan pengerahan satuan tentara.
Pengamanan institusi sipil penegak hukum, kata Koalisi, bisa dilakukan oleh misalnya satuan pengamanan dalam (satpam) kejaksaan.
Dengan demikian, Koalisi menilai surat telegram Panglima TNI sangat tidak proporsional.
“Koalisi Masyarakat Sipil memandang bahwa surat perintah ini berpotensi mempengaruhi independensi penegakan hukum di Indonesia,” kata Koalisi ini.
Sebab, kewenangan penegakan hukum tidak sepatutnya dicampuradukkan dengan tugas fungsi pertahanan TNI.
Sementara itu, Kejaksaan Agung membantah pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang menyatakan pengerahan TNI di lingkungan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri dapat memperkuat intervensi militer di ranah sipil, khususnya di wilayah penegakan hukum.
“Intervensi yang mana? Tugasnya (TNI yang diperbantukan) kan cuma pengamanan kantor. Tidak berkaitan dengan substansi penanganan perkara,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, Minggu, 11 Mei 2025.
Dia menjelaskan, nantinya, ada prajurit TNI yang memberikan bantuan pengamanan terhadap kejaksaan hingga ke daerah. Di daerah, ini sedang berproses.
Menurut dia, bantuan pengamanan ini merupakan bentuk dukungan TNI kepada Korps Adhyaksa dalam menjalankan tugasnya.
Sumber: MonitorIndonesia
Artikel Terkait
Gugatan Perdata Gibran Resmi Diproses, Apa Dampaknya?
Gugatan Praperadilan Nadiem Makarim vs Polri: Ini Hasilnya!
Kejagung Malah Memohon ke Pengacara Silfester, Bukannya Buronkan—Ada Apa?
Hotman Paris Dibantah! JPU Bongkar Kerugian Negara di Kasus Korupsi Laptop Chromebook