Tak semua memojokkannya. Beberapa netizen justru membela Aisha. Di kolom komentar, Aisha sendiri berusaha menjelaskan posisinya. Menurutnya, batik yang ia berikan memang benar-benar berasal dari Malaysia, bukan Indonesia.
"Listen carefully and watch the kind of batik that i handed to them differentiate between batik Indonesia dan batik Malaysia, also batik from Brunei etc, batik is diverse," tulisnya.
Sayangnya, penjelasan itu tak cukup meredakan kritik. Instagram pribadinya pun dibanjiri komentar pedas dari netizen Indonesia yang kecewa.
Sebenarnya, perdebatan tentang klaim batik antara Indonesia dan Malaysia bukan hal baru. Menurut catatan, UNESCO sendiri sudah menetapkan batik sebagai Warisan Budaya Tak Benda asli Indonesia sejak 2009.
Notty J Mahdi, seorang antropolog dan pemerhati batik Indonesia, pernah memaparkan sejarah panjang batik. Katanya, batik adalah hasil akulturasi berbagai budaya asing dengan budaya lokal.
"Pada abad ke 7-8, masyarakat sudah mengenakan kain yang menyerupai batik, khusus untuk upacara-upacara keagamaan," jelas Notty.
Perkembangan berikutnya terjadi sekitar abad 11 masehi. Saat itulah muncul istilah "ambatik"—menghias kain dengan motif tertentu seperti kawung untuk kegiatan religius. Istilah ini kemudian berevolusi menjadi "mbatik" di kerajaan-kerajaan Jawa Tengah.
Memang benar, teknik serupa batik juga ada di negara lain seperti China dan Sri Lanka. Tapi yang membedakan batik Indonesia adalah penggunaan malam sebagai perintang warna dan alat canting. Dua elemen inilah yang membuat UNESCO memberikan pengakuan khusus kepada Indonesia.
Notty menegaskan, proses membatik dengan malam dan canting itu hanya ada di Indonesia. Titik.
Artikel Terkait
Kisah Krisjiana: Dulu Divonis Mandul, Kini Dikaruniai Anak Setelah Minta Doa ke 5 Pemuka Agama
Beby Prisillia Ungkap Kerinduan Mendalam untuk Onadio di Tengah Proses Rehabilitasi
One Battle After Another Kini Hadir di Layar Kaca, Diperkuat Tiga Jagoan Oscar
Sarwendah Cari Perlindungan Psikologis Pasca Didatangi Debt Collector