Redenominasi Rupiah 2025: Tujuan, Pro Kontra, dan Dampaknya Menurut Kemenkeu

- Minggu, 09 November 2025 | 13:35 WIB
Redenominasi Rupiah 2025: Tujuan, Pro Kontra, dan Dampaknya Menurut Kemenkeu

2. Bukan Usulan Pertama Kali

Wacana redenominasi rupiah bukanlah hal baru. Sejarah mencatat:

  • Akhir 2010: Bank Indonesia pertama kali mewacanakan dan mengusulkan RUU-nya ke Menteri Keuangan kala itu, Agus Martowardojo, yang kemudian menjadi prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013.
  • 2020: Di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani, rencana ini kembali muncul dalam PMK No. 77/2020 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2020-2024. Namun, rencana ini akhirnya tertunda akibat dampak pandemi Covid-19.

Indonesia juga pernah melakukan redenominasi pada 25 Agustus 1959, di mana uang pecahan Rp 500 dan Rp 1.000 disederhanakan menjadi Rp 50 dan Rp 100.

3. Ada Perbedaan Pendapat di Kalangan Pengamat

Kebijakan ini menuai tanggapan beragam dari para ekonom dan pengamat:

Dukungan: Ekonom Universitas Hasanuddin, Muhammad Syarkawi Rauf, menilai langkah ini penting untuk memperkuat kredibilitas rupiah dan menekan praktik dolarisasi. Menurutnya, posisi rupiah yang lemah terhadap Dolar AS dapat mengurangi fungsinya sebagai alat tukar, hitung, dan penyimpan kekayaan.

Peringatan: Sementara itu, Center of Economic and Law Studies (Celios) mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati. Celios menyoroti bahwa penerapan redenominasi yang tidak matang berisiko memicu inflasi, seperti yang terjadi di Brasil, Ghana, dan Zimbabwe. Keberhasilan redenominasi, menurut Celios, sangat bergantung pada tingkat kesiapan sistem keuangan dan rendahnya penggunaan uang tunai dalam transaksi sehari-hari.

Kesimpulan

Rencana redenominasi rupiah usulan Kemenkeu Purbaya Yudhi Sadewa adalah langkah strategis jangka menengah yang bertujuan menyederhanakan sistem moneter Indonesia. Meski bukan wacana baru dan memiliki tujuan mulia untuk meningkatkan efisiensi dan kredibilitas, implementasinya memerlukan persiapan yang matang, sosialisasi yang intensif, serta dukungan sistem keuangan yang kuat untuk menghindari potensi risiko inflasi.


Halaman:

Komentar