Lampung Geh, Bandar Lampung – Sebuah diskusi publik akan digelar untuk membedah konflik agraria yang memanas di Lampung Tengah. Konsentris.id dan LBH Bandar Lampung menggagas acara bertajuk “Mengurai Benang Kusut Oligarki Agraria di Lampung: Kasus Anak Tuha” ini. Mereka ingin merespons langsung pergulatan panjang yang dialami masyarakat adat Marga Anak Tuha.
Tak hanya itu, acara ini sekaligus memperingati Hari HAM. Temanya pun diangkat, “Menegakkan Keadilan di Tanah Leluhur: Solidaritas untuk Marga Anak Tuha.” Intinya, mereka berupaya membuka ruang dialog yang kritis. Harapannya, konflik yang ada bisa diselesaikan dengan cara yang adil dan berkelanjutan.
Konflik ini sendiri berakar dalam. Bermula dari janji kesejahteraan yang ternyata tinggal janji, berujung pada penguasaan lahan oleh PT Bumi Sentosa Abadi (BSA) dari Sungai Budi Group. Puncaknya terjadi September tahun lalu. Saat itu, penggusuran paksa terjadi dengan melibatkan aparat. Sekitar 1.000 hektare lahan singkong milik warga yang siap panen dirusak.
Dampaknya sungguh parah. Kerugian ekonomi yang besar, tentu saja. Tapi lebih dari itu, trauma mendalam tertinggal di benak masyarakat. Bahkan, kabarnya ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Hingga kini, warga dari tiga kampung Negara Aji Tuha, Negara Aji Baru, dan Bumi Aji masih bertahan. Mereka melakukan perlawanan simbolik dengan menduduki lahan dan mendirikan ‘tenda juang’.
Namun begitu, upaya mereka bukannya didengar. Justru, mereka dihadapkan pada proses kriminalisasi. Padahal, jalur konstitusional sudah ditempuh.
Menurut Hendry Sihaloho dari Konsentris.id, kasus ini membuktikan persoalan struktural di Lampung.
“Semua yang kami kaji selama ini seperti terbukti di Anak Tuha. Intinya, ada ketidakadilan dalam penguasaan lahan. Relasi kuasa antara korporasi dan masyarakat adat juga sangat timpang,” ujar Hendry.
Artikel Terkait
Billie Eilish Berhadapan dengan Miliarder AS, Tegaskan Dukungan untuk Palestina Tak Bisa Ditawar
Sjafrie Siap Berantas Pengkhianat di Balik Tambang Indonesia
UIKA Championship 2025 Sukses Digelar, Siap Naik Kelas Jadi Ajang Internasional
Cak Imin: Banjir Sumatera Alarm Keras Kelalaian Kita pada Alam