Sebagai tanda pemulihan, Ishartini mengungkapkan bahwa Indonesia telah berhasil mengirimkan 7 kontainer udang ke AS setelah masalah kontaminasi radioaktif teratasi. Pengiriman perdana ini memiliki volume 106 ton dengan nilai mencapai USD 1,2 juta atau setara dengan Rp 20,06 miliar (asumsi kurs Rp 16.719 per dolar AS).
"Kita baru melepas 7 kontainer kemarin. Ini adalah awal yang baik dan membuktikan bahwa udang Indonesia kembali diterima di pasar AS," jelasnya.
Pasar AS: Tujuan Utama Ekspor Udang Indonesia
Berdasarkan data yang diolah KKP dari Ditjen Bea dan Cukai serta BPS, nilai ekspor udang Indonesia pada periode Januari-September 2025 tercatat mencapai USD 1,40 miliar dengan volume sekitar 0,21 juta ton.
Dalam periode tersebut, Amerika Serikat masih menjadi pasar terbesar bagi udang Indonesia dengan nilai impor mencapai USD 881,27 juta. Angka ini menyumbang 63,1% dari total nilai ekspor udang Indonesia, mengukuhkan posisi AS sebagai mitra dagang yang sangat vital.
Sementara itu, pasar lainnya seperti Jepang mencatat nilai USD 230,86 juta (16,5%), China USD 74,34 juta (5,3%), Uni Eropa USD 57 juta (4,2%), dan kawasan ASEAN USD 37,49 juta (2,7%). Data ini menunjukkan bahwa meskipun pasar Asia tetap penting, dominasi pasar AS untuk komoditas udang Indonesia masih sangat signifikan.
Artikel Terkait
Industri Wood Pellet Indonesia: Legal & Berkelanjutan dengan SVLK
Modus Under-Invoicing Ekspor CPO: DJP Ungkap Potensi Kerugian Negara Rp 140 Miliar
Pabrik Lotte Chemical Indonesia Resmi Beroperasi, Investasi Rp 65 Triliun untuk Kurangi Impor
Pembangunan Pusat Budidaya Perikanan di 500 Kabupaten: Target Prabowo 2026