Harga nikel kembali menguat. Ini sudah hari ketiga berturut-turut, sebuah pemulihan yang cukup melegakan setelah sempat terjun bebas ke level terendah dalam delapan bulan terakhir. Apa penyebabnya? Ternyata, sentimen pasar mulai berubah karena prospek pasokan dari Indonesia produsen raksasa global diprediksi bakal menyusut.
Menurut data dari Bloomberg, pada Jumat (19/12) lalu, harga mineral ini melonjak hingga 1,5 persen. Kenaikan itu terjadi tak lama setelah pemerintah Indonesia mengusulkan rencana pemangkasan produksi bijih nikel untuk tahun 2026. Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) yang beredar menyebut angka produksi sekitar 250 juta ton. Jauh lebih rendah ketimbang target tahun ini yang mencapai 379 juta ton.
Langkah pengurangan ini jelas bukan tanpa alasan. Ini adalah respons nyata terhadap tekanan harga nikel yang terus merosot sepanjang tahun. Logam yang jadi bahan baku baja tahan karat dan baterai mobil listrik itu tercatat turun lebih dari 3 persen sejauh ini. Uniknya, di antara semua logam industri yang diperdagangkan di London Metal Exchange (LME), hanya nikel yang masih terperosok dalam tren tahunan negatif.
Di sisi lain, tekanan pasokan juga datang dari tempat lain. China, misalnya, terus memacu produksinya dengan laju yang bahkan melampaui permintaan global. Situasi ini membuat rencana Indonesia tadi jadi bahan perdebatan serius.
Gao Yin, seorang analis di Shuohe Asset Management Co. China, punya pandangan menarik. Menurutnya, usulan Jakarta itu berisiko bagi para investor yang sudah pesimis, apalagi di saat harga nikel dunia sudah nyaris menyentuh titik cost production.
Artikel Terkait
Bahlil Buka Suara: Infrastruktur Jadi Penghalang Utama Listrik di Aceh
ADRO Bagi Dividen Interim, Begini Cara Pemula Bisa Ikut Menikmati
Pertamina Gelontorkan 150 Ribu Tabung Elpiji Tambahan untuk Natal di Sulut
Rupiah Terseret Sentimen Global dan Peringatan Fiskal Bank Dunia