Wastra Sumba Menyapa Dunia: Napas Baru dari Pewarna Alam dan Ekonomi Berkelanjutan

- Rabu, 17 Desember 2025 | 14:42 WIB
Wastra Sumba Menyapa Dunia: Napas Baru dari Pewarna Alam dan Ekonomi Berkelanjutan

Lewat payung program CSR-nya, Bakti BCA, PT Bank Central Asia punya komitmen serius untuk menjaga warisan tenun Nusantara. Fokusnya kali ini adalah pada pelestarian teknik pewarnaan alami. Komitmen itu diwujudkan dalam program Pembinaan Wastra Warna Alam, yang salah satunya menyasar kelompok penenun di Sumba Timur, NTT.

Puncak dari rangkaian program sepanjang 2024-2025 itu digelar baru-baru ini, tepatnya Jumat (12/12). Momen itu menjadi ajang pengenalan ragam wastra karya para penenun lokal.

Acara tersebut dihadiri oleh 50 penenun dari empat kelompok berbeda: Kambatatana, Wukukalara, Kawangu, dan Prai Kilimbatu. Tampak juga hadir Duta Bakti BCA Nicholas Saputra, bersama sejumlah perwakilan BCA dan Ketua Perkumpulan Warna Alam Indonesia (WARLAMI), Myra Widiono, yang menjadi mitra dalam program ini.

Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, menekankan arti penting peran para penenun.

"Mereka adalah tangan-tangan yang menjaga warisan budaya kita. Tantangan besar yang muncul sekarang adalah bagaimana menguasai teknik pewarnaan alami di era eco-fashion," ujarnya.

Menurut Hera, program bersama WARLAMI ini dirancang bukan hanya untuk menjaga keahlian tradisional agar tetap hidup. Lebih dari itu, tujuannya adalah memastikan keahlian itu bisa bersaing di pasar modern. "Harapannya, tenun Sumba tak cuma jadi simbol budaya yang lestari, tapi juga bisa membuka peluang ekonomi yang lebih luas," tambahnya.

Koleksi wastra yang dihasilkan memuat motif-motif khas Sumba Timur, yang setiap polanya sarat dengan filosofi hidup masyarakat setempat. Keindahan motif ini bahkan menginspirasi penulis asal Sumba, Diana Timoria, untuk menerjemahkannya ke dalam syair. Dua karyanya, “Menenun Rasa, Mengikat Masa” dan “Menenun Ingatan Tentang Tanah Marapu”, dibacakan langsung oleh seorang penenun dalam acara tersebut.

Syair itu sendiri lahir dari simbol-simbol visual yang telah mengakar dalam tradisi, sekaligus merekam hubungan mendalam antara masyarakat, alam, dan kepercayaan Marapu.


Halaman:

Komentar