"Banyak orang di seluruh dunia bekerja lebih keras dan lebih lama, namun seringkali dengan upah rendah dalam pekerjaan yang tidak aman dan berbahaya," kata laporan tersebut.
Baca Juga: Ini Profil Ade Manuhutu, Penyanyi Pop Era 1970-an yang Meninggal Dunia di Usia 75 Tahun
"Rata-rata upah riil dari hampir 800 juta pekerja di 52 negara turun. Para pekerja ini kehilangan total $1,5 triliun selama dua tahun terakhir, setara dengan 25 hari kehilangan upah untuk setiap pekerja," tulis Oxfam.
Selain menyorot nasib para pekerja, Oxfam juga menyoroti keuntungan bisnis yang meningkat tajam meski krisis biaya hidup dihadapi banyak rumah tangga.
Sebanyak 148 perusahaan terbesar dunia meraup total keuntungan bersih US$1,8 triliun pada tahun hingga Juni 2023, naik 52% dibandingkan keuntungan bersih rata-rata pada 2018-2021.
Baca Juga: Lirik Lagu Nona Anna, Salah Satu Hits Ade Manuhutu yang Meninggal Dunia di Usia 75 Tahun
Untuk mengatasi ketimpangan ini, Oxfam menyerukan pajak kekayaan. Mereka memperkirakan pajak tersebut bisa menghasilkan £22 miliar per tahun untuk Inggris jika diterapkan pada tingkat 1% hingga 2% pada kekayaan bersih di atas £10 juta.
Julia Davies, investor dan pendiri Patriotic Millionaires UK, kelompok jutawan Inggris yang mendukung pajak kekayaan, mengatakan bahwa pajak kekayaan "sangat kecil" dibandingkan dengan pajak atas penghasilan dari pekerjaan.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: indotren.com
Artikel Terkait
Defisit APBN Tembus Rp 479 Triliun, Menkeu: Masih dalam Batas Aman
Inalum Ajukan Entitas Baru untuk Dongkrak Smelter Mempawah 600.000 Ton
POSCO International Kuasai Sampoerna Agro, Perkuat Cengkeraman di Bisnis Sawit Indonesia
Pundi-Pundi Negara Digeber, Bea Keluar Emas Ditaksir Raup Rp 6 Triliun