Pergerakan dolar AS yang stabil setelah pelemahan beberapa hari sebelumnya juga turut diperhatikan. Sebab, penguatan dolar biasanya bikin aset berharga dalam mata uang itu seperti emas jadi kurang menarik bagi pembeli dari luar negeri.
Seorang analis dari Sucden Financial memberikan pandangannya.
“Meski perak menarik momentum spekulatif berkat narasi defisit, pergerakan emas tetap lebih terkait erat dengan arah kebijakan dan imbal hasil riil,” ujarnya, seperti dikutip Dow Jones Newswires.
“Kami memperkirakan emas terus menjadi barometer makro yang lebih stabil. Potensi kenaikannya kemungkinan masih terbatas dalam waktu dekat, kecuali dolar melemah jauh lebih dalam,” lanjut analis tersebut.
Memang, The Fed sudah memberi sinyal untuk berhati-hati. Meski memangkas suku bunga untuk ketiga kalinya tahun ini, bank sentral AS itu tampaknya tak akan terburu-buru menurunkan lagi sebelum data ekonomi yang lebih solid muncul. Pasar kini memproyeksikan dua kali pemotongan suku bunga di tahun depan, sambil menanti laporan ketenagakerjaan AS pekan depan.
Logikanya sederhana: emas, yang tak memberi imbal hasil, cenderung lebih bersinar di lingkungan suku bunga rendah. Proyeksi rata-rata harga emas untuk 2026 pun berada di angka USD4.213 per troy ons.
Akhirnya, semua keputusan ada di tangan investor. Pesta emas pekan ini menunjukkan betapa sentimen global bisa dengan cepat memanaskan pasar domestik. Tinggal menunggu, apakah kilauannya akan bertahan atau meredup seiring datangnya data-data baru.
Artikel Terkait
Prabowo Teken Formula Baru UMP 2026, Gubernur Wajib Tetapkan Sebelum Akhir Tahun
IHSG Dibuka Menguat, Saham Baru SUPA Melonjak 24% di Debut Bursa
Harga Emas Antam Naik Rp6.000 per Gram, PPN Tetap Nihil
IHSG Melaju, Rupiah Tersendat di Awal Perdagangan