Angkanya cukup mencengangkan. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI melaporkan, ada sekitar 1,87 juta penduduk Indonesia yang memilih menyerah. Mereka berhenti mencari kerja, masuk dalam kategori yang disebut discouraged workers.
Laporan yang disusun peneliti Muhammad Hanri dan Nia Kurnia Sholihah ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Dalam setahun saja, dari Februari 2024 ke Februari 2025, jumlah mereka melonjak 11 persen. Ini bukan sekadar angka statis, melainkan pertanda ada sesuatu yang tak beres.
Memang, secara proporsi terhadap total angkatan kerja, kelompok ini terbilang kecil. Namun begitu, keberadaan mereka justru mengungkap masalah struktural yang sering luput dari indikator konvensional semacam tingkat pengangguran. Mereka yang menyerah ini sebenarnya masih ingin bekerja dan tersedia, tapi hilang harapan.
Menurut Hanri, alasan di balik keputusasaan ini beragam. Mulai dari keyakinan bahwa lowongan kerja memang tidak ada, pengalaman yang dianggap kurang, keterampilan yang tidak cocok, sampai persepsi usia yang jadi hambatan di mata perusahaan.
Lalu, seperti apa profil mereka? Separuh lebih tepatnya 50,07 persen berlatar pendidikan SD atau bahkan tidak tamat SD. Lulusan SMP dan SMA menyusul di angka 20,21 dan 17,29 persen. Yang menarik, ada pula kelompok berpendidikan S2 yang menyumbang 8,09 persen.
Dari sisi gender, laki-laki mendominasi dengan porsi dua pertiga total. Fakta ini punya makna tersendiri. Dalam banyak kultur, laki-laki diharapkan menjadi tulang punggung keluarga. Keputusasaan yang lebih banyak melekat pada kelompok ini menunjukkan betapa beratnya tekanan yang mereka tanggung.
Artikel Terkait
VKTR Dijebloskan ke Papan Khusus Usai Suspensi Ketiga
Pertamina Kerahkan Jalur Darat, Laut, dan Udara untuk Jaga Pasokan Energi di Sumatera yang Terlanda Bencana
Wall Street Antisipasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed Usai Data Ekonomi Menguat
IHSG Cetak Rekor Baru, Tapi Transaksi Justru Lesu