Dengan kata lain, pemerintah punya kelonggaran untuk mengusulkan beragam program tanpa terkungkung pada satu bidang tertentu.
Lalu, seperti apa penerapannya? Meski belum ada yang spesifik untuk Indonesia, ADB punya contoh di tempat lain. Dua proyek percontohan FMRF sedang berjalan di kawasan Pasifik.
Yang satu adalah proyek Fintech for Inclusion Transformation (FIT) di Fiji dan sekitarnya, bergerak di sektor kesehatan. Sementara itu, di Tonga, fokusnya pada pembangunan perkotaan dan konektivitas. Dua sektor yang sangat berbeda, menunjukkan betapa fleksibelnya kerangka ini.
Vietnam juga disebut-sebut sedang menyiapkan jalur serupa. Tapi, sama seperti Indonesia, semuanya masih dalam tahap awal. Rinciannya belum dibeberkan.
Menurut Emma, inti dari semua ini sederhana: mempercepat manfaat sampai ke masyarakat. Dengan satu prosedur tunggal, administrasi diharapkan lebih ringkas. Proyek pun bisa selesai lebih cepat.
“Dari perspektif klien, manfaatnya adalah administrasi yang lebih efisien, penyelesaian proyek yang lebih cepat,” jelas Emma.
“Inilah yang sebenarnya telah diminta oleh klien kami berdua dalam jangka waktu yang lama. Kami berharap ini berarti manfaat proyek dapat dirasakan masyarakat lebih cepat.”
Artikel Terkait
IHSG Menguat Tipis, Rupiah Justru Tersungkur ke Rp 16.646
Harga Cabai Meroket, Pasar Kramat Jati Dihantui Ancaman Nataru
ICC 2025 Resmi Dibuka, Unsoed Jadi Tuan Rumah Literasi Keuangan
Pajak Digital Tembus Rp 43,75 Triliun, Gim hingga Kripto Jadi Pundi Baru Negara