Struktur baru ini, lanjutnya, memungkinkan tata kelola yang lebih profesional dan akuntabel. Soalnya, pemiliknya nggak lagi terbatas pada anggota bursa saja. Pemerintah butuh ekosistem pasar modal yang lebih kuat baik dari sisi suplai seperti free float, maupun dari sisi permintaan investor institusi. "Penguatan ekosistem penting agar likuiditas pasar makin dalam dan mengurangi potensi benturan kepentingan," katanya.
Tapi ya, nggak ada gading yang nggak retak. Budi juga ngasih peringatan. Demutualisasi berpotensi bawa risiko baru, terutama soal komersialisasi. "Kekhawatirannya, yang menjadi pemilik BEI setelah demutualisasi adalah investor institusi keuangan, emiten, atau perusahaan infrastruktur dan teknologi," ujarnya.
Sementara itu, dari pihak pemerintah, rencana ini sedang serius dibahas. RPP yang mengubah struktur kelembagaan BEI ini merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Poin utamanya ya itu tadi: mengatur demutualisasi bursa.
Masyita Crystallin, Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kemenkeu, bilang perubahan struktur ini bakal meningkatkan tata kelola dan daya saing BEI. "Demutualisasi akan membuka kepemilikan BEI bagi pihak selain perusahaan efek dengan memisahkan keanggotaan dan kepemilikan. Ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi potensi benturan kepentingan, memperkuat tata kelola, meningkatkan profesionalisme, dan mendorong daya saing global pasar modal Indonesia," jelas Masyita dalam keterangannya.
Jadi, perubahan besar tampaknya sedang menanti BEI. Tinggal tunggu bagaimana implementasinya nanti.
Artikel Terkait
Waskita Karya Garap Proyek Rp1,23 Triliun untuk Sekolah Rakyat di Sulsel
Airlangga Soroti Kebangkitan Afrika dan Dominasi Global South di KTT G20
Rupiah Melejit, Gibran Pacu Investasi RI ke Afrika Selatan
Ramaphosa Guncang G20: Stop Ekspor Mentah, Saatnya Olah Mineral di Negeri Sendiri!