Pencegahan korupsi dari sektor ekstraktif dengan tata kelola (good governance) yang lebih baik
Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam upaya transisi energi terbarukan
Berkurangnya belanja kesehatan dari berkurangnya polusi udara
Meningkatnya kebahagiaan masyarakat berkat keseimbangan alam yang terjaga
Memperkuat daya tahan ekonomi dari fluktuasi harga bahan bakar fosil
Agar transisi ke ekonomi hijau dapat berjalan dengan baik, Direktur CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan perlu ada pendanaan dari pemerintah maupun swasta yang mampu mendorong pelaku usaha untuk beralih ke sektor industri berkelanjutan.
“Pemerintah bisa mengalihkan insentif fiskal di sektor bahan bakar fosil dan tambang ke sektor industri berkelanjutan, menerapkan pajak produksi batubara dan pajak windfall profit, serta mengelola dana abadi yang berasal dari pendapatan sumber daya alam (SDA),” ujar Bhima. “Pemerintah juga harus segera menerapkan pajak karbon untuk mengurangi emisi yang ditimbulkan dari aktivitas ekonomi ekstraktif dan bahan bakar fosil.”
Bhima melanjutkan, pihak swasta pun dapat berperan dalam pendanaan ekonomi hijau. Pelaku jasaperbankan dapat mengalihkan porsi kredit perbankan di sektor pertambangan, penggalian dan migas ke sektor industri berkelanjutan. Sementara itu, perusahaan di pasar modal pun dapat mengoptimalkan dana publik di pasar modal untuk mendorong pembiayaan ekonomi hijau melalui penawaran saham perdana (initial public offering/IPO).
Hasil studi yang dilakukan CELIOS dan Greenpeace Indonesia ini pun memberikan sejumlah rekomendasi untuk berbagai kementerian dan instansi untuk dapat mengimplementasi transisi ke ekonomi hijau, diantaranya pembentukan APBN Hijau, memberikan paket kebijakan stimulus ekonomi hijau, serta implementasi loss and damage fund. Rekomendasi lebih lanjut dapat dilihat dalam Policy Brief.
Baca Juga: Staycation Akhir tahun, Ini Promo BNI
Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menambahkan, momentum pemilihan umum 2024 dapat digunakan sebagai katalis untuk mempercepat transisi ekonomi hijau di Indonesia. Krisis iklim yang timbul akibat ketergantungan Indonesia dan dunia terhadap industri ekstraktif semakin memperparah dampak lingkungan, ekonomi, dan sosial.
Ia pun menekankan perlunya komitmen politik untuk bisa mengimplementasikan transformasi dari ekonomi ekstraktif ke ekonomi berkelanjutan.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: jakarta.suaramerdeka.com
Artikel Terkait
Gudang dan Pabrik di Jakarta Diburu Perusahaan China, Pasokan Malah Menipis
IHSG Pacu Kenaikan 67 Poin, NATO dan TRIN Jadi Bintang Pasar
CIMB Niaga Hadirkan Pameran Kekayaan untuk Hadapi Ketidakpastian Ekonomi
Archi Indonesia Kantongi Pinjaman Sindikasi USD 421 Juta, Prospek Emas Kian Bersinar