PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) baru saja mengantongi suntikan dana segar yang cukup besar. Perusahaan tambang emas ini berhasil mengamankan pinjaman sindikasi bernilai jumbo, di saat analis sekuritas justru memberikan proyeksi kinerja yang cukup cerah untuk masa depannya.
Lonjakan harga emas global belakangan ini benar-benar memberi angin bagus. Ditambah lagi dengan potensi peningkatan produksi dalam dua tahun mendatang, prospek ARCI kian kuat. Menurut keterbukaan informasi yang dirilis Rabu (19/11/2025), ARCI bersama entitas anaknya mendapat fasilitas pinjaman sindikasi yang dipimpin oleh Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Syariah Indonesia (BRIS). Totalnya mencapai USD421 juta plus Rp475 miliar, dengan opsi tambahan accordion hingga Rp50 juta. Dana ini rencananya akan dipakai untuk kebutuhan umum perusahaan. Tapi, usai penarikan fasilitas ini, rasio utang terhadap ekuitas ARCI naik dari sekitar 1,09x menjadi 1,35x.
Di sisi lain, UOB Kay Hian dalam riset terbarunya tanggal 14 Oktober 2025 justru meningkatkan proyeksi kinerja ARCI. Alasannya sederhana: harga emas bergerak jauh lebih kuat dari perkiraan awal, dan prospek produksi mereka terlihat makin solid. Sekuritas ini bahkan menaikkan asumsi harga emas untuk dua tahun ke depan, sekaligus memperbarui outlook laba perusahaan.
Untuk 2025, UOB Kay Hian mematok asumsi harga emas rata-rata USD3.400 per troy ons. Tahun berikutnya, 2026, naik jadi USD3.800 per ons. Angka ini jelas lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya yang cuma USD3.200 dan USD3.400. Mereka juga merevisi proyeksi produksi, seiring ekspektasi kontribusi lebih besar dari pit Araren. Total produksi ARCI diperkirakan mencapai 120.000 ons di 2025, lalu naik ke 131.000 ons di 2026. Dengan penyesuaian ini, laba bersih ARCI diproyeksikan tembus USD105 juta pada 2025 dan melonjak ke USD146 juta pada 2026.
Revisi naik ini tentu bukan tanpa alasan. Harga emas global sendiri sudah menembus rekor baru, bahkan melampaui level USD4.000 per ons. Minat investor global terhadap aset safe haven ini memang sedang menguat. Didorong oleh pembelian berkelanjutan dari bank sentral dan investor ritel, plus likuiditas pasar yang masih longgar jelang pemangkasan suku bunga The Fed. Partisipasi investor China juga ikut melonjak, terlihat dari naiknya stok emas di Shanghai Futures Exchange (SHFE) dalam dua bulan terakhir. Belum lagi kekhawatiran soal potensi shutdown pemerintahan AS dan tensi dagang AS-China yang memanas—semua ini menambah sentimen positif terhadap emas.
Artikel Terkait
Pundi-Pundi Negara Digeber, Bea Keluar Emas Ditaksir Raup Rp 6 Triliun
Saham SGRO Beralih Tangan, Konglomerat Korea Kuasai Lahan Sawit 129 Ribu Hektare
Investasi Hilirisasi Melonjak 58%, Pemerintah Tegaskan Larangan Ekspor Bahan Mentah
Minyak Jelantah Program Gizi Nasional Disambar Singapore Airlines, Harganya Melonjak Dua Kali Lipat