Di balik megahnya proyek monorel raksasa yang sedang dikebut Prefektur Osaka, ada cerita tentang dua pemuda asal Sumatera Utara yang ikut andil. Mereka bukan insinyur ternama, tapi keringat mereka menetes di tengah gemuruh mesin konstruksi Jepang.
Saat ditemui di lokasi proyek yang sibuk, Luhur Simatupang (21) dan Jubenri Gultom (23) tampak fokus menjalankan tugas. Di sekeliling mereka, para pekerja lokal bergerak cepat, ritme kerja yang benar-benar berbeda dari yang pernah mereka bayangkan. Keduanya baru tiba tahun ini, tapi langsung diceburkan dalam proyek strategis pemerintah setempat.
Awalnya, informasi yang mereka terima samar-samar. Hanya disebut akan menangani pekerjaan penggalian. Tapi begitu menginjakkan kaki di Osaka, barulah tersingkap skala sebenarnya. "Dan ternyata terkejut juga, ini rupanya proyek besar di Jepang, apalagi transportasi," tutur Leo, panggilan akrab Luhur, dengan nada masih takjub.
Perjalanan mereka sebenarnya dimulai jauh sebelumnya. Dari pelatihan di Medan, wawancara ketat, hingga proses administrasi berbelit di Jakarta. Semua dijalani tanpa bayangan akan terlibat dalam proyek sebesar ini.
Tiga bulan pertama di Jepang diisi dengan pelatihan intensif, termasuk belajar bahasa. Hasilnya? Keduanya berhasil mengantongi sertifikat kemampuan bahasa Jepang level N3. "Sampai sini belajar lagi, dapat sertifikat, dan lulus," ujar Leo singkat. Pencapaian yang tidak kecil bagi pekerja migran.
Soal budaya kerja, Gultom punya cerita sendiri. "Peraturannya ketat di sini, disiplin, dan semua harus selalu ditaati," ungkapnya. Menurutnya, standar keselamatan yang sangat ketat itulah yang membuat angka kecelakaan kerja bisa ditekan hingga minim.
Artikel Terkait
CIMB Niaga Hadirkan Pameran Kekayaan untuk Hadapi Ketidakpastian Ekonomi
Archi Indonesia Kantongi Pinjaman Sindikasi USD 421 Juta, Prospek Emas Kian Bersinar
Chandra Asri Suntik Rp 12,5 Triliun untuk Akuisisi SPBU Esso di Singapura
Seppalga Ahmad Lengser dari Jasa Marga Usai Dapat Amanah Baru di Danareksa