Untuk tahun 2026, dia tetap melihat ruang untuk pemotongan suku bunga tambahan. "Kami memperkirakan ruang pelonggaran total sekitar 50 bps, karena kebijakan pro-pertumbuhan dapat memperlebar defisit ganda (CAD dan defisit fiskal), sehingga BI perlu mempertahankan tingkat kehati-hatian," papar Josua.
Dia menambahkan, dampak inflasi dari tarif terkait perang dagang terhadap ekonomi AS belum sepenuhnya terealisasi. Hal ini menunjukkan The Fed tidak akan mengejar siklus pelonggaran yang agresif.
"Untuk mempertahankan selisih suku bunga positif, ruang gerak BI untuk memangkas suku bunga akan terbatas, terutama setelah pelonggaran agresif yang dilakukan tahun ini dibandingkan dengan The Fed," tuturnya.
Myrdal Gunarto, Global Market Economist Maybank Indonesia, turut membenarkan tren ini. Dia memprediksi BI akan menahan suku bunga acuan mengingat pergerakan nilai tukar rupiah yang masih fluktuatif.
"Dengan kecenderungan lemah terhadap US Dollar, jadi perlu ada langkah yang dilakukan oleh BI untuk menjaga stabilitas moneter," ujar Myrdal.
Myrdal juga melihat ketidakpastian ekonomi global masih sangat tinggi, terutama terkait perbedaan pandangan terhadap kebijakan The Fed pada bulan depan.
"Ada yang stay, ada yang masih lihat penurunan suku bunga, tapi yang stay ini porsinya makin besar, jadi ini yang saya lihat akan menjadi faktor utama yang akan membuat BI untuk tetap jaga suku bunga di level 4,75 persen pada bulan ini," pungkas Myrdal.
Artikel Terkait
IHSG Terancam Death Cross, Proyeksi Support di Level 8.300 Mengintai
Wall Street Babak Belur, Nvidia Jadi Penentu Nasib Euforia AI
Nasib Buruh Cikarang Tertinggal Kereta Picu Wacana KRL 24 Jam
IMF Soroti Kunci Indonesia Capai Visi Negara Maju 2045 di Tengah Peringatan Risiko Global