Keputusan Netflix untuk membeli Warner Bros. dengan nilai fantastis, 82,7 miliar dolar AS, bukannya disambut sorak-sorai. Malah, langkah itu memantik gelombang kritik yang cukup deras. Banyak yang khawatir, dari gerakan anti-bioskop sampai isu monopoli yang mengancam.
Begitu pengumuman resmi keluar, reaksi dari kalangan Hollywood langsung meledak. Netflix dinilai terlalu enggan merilis film di bioskop, sebuah praktik yang dianggap mengganggu tatanan industri lama. Studio legendaris di balik Harry Potter, DC, dan Game of Thrones itu kini akan dikuasai raksasa streaming.
Sutradara James Cameron, lewat pernyataan kerasnya, menyebut akuisisi ini sebuah "bencana".
Sementara itu, sekelompok produser terkemuka dikabarkan sedang gencar melobi Kongres AS untuk menolak kesepakatan ini. Demikian menurut laporan majalah Variety.
Yang ditakutkan sebenarnya bukan pemusnahan, melainkan sentralisasi kekuasaan. Coba bayangkan: Netflix adalah pemimpin pasar streaming, sementara Warner Bros. adalah salah satu studio film paling sukses sepanjang masa. Belum lagi HBO, yang sudah puluhan tahun jadi ikon televisi berkualitas. Mereka bukan pemain kecil; mereka adalah pilar utama dunia hiburan. Kalau dua pilar ini menyatu, kekuatannya bisa luar biasa.
Bagi banyak sineas, pengalaman menonton di bioskop punya daya pikat dan gengsi yang tak tergantikan. Rasanya beda banget dibandingkan sekadar menatap layar laptop atau ponsel di rumah. Nuansa itu yang dikhawatirkan bakal makin tergerus.
Dalam surat terbuka kepada Kongres, para pembuat film AS memperingatkan bahwa Netflix berpotensi "mengikat pasar teater" dan semakin merusak ekosistem Hollywood yang sudah tertekan. Penonton memang sudah banyak beralih dari TV dan bioskon ke layanan streaming.
"Saya tidak bisa membayangkan cara yang lebih efektif untuk mengurangi persaingan di Hollywood selain menjual Warner Bros. Discovery kepada Netflix," tulis Jason Kilar, mantan CEO Warner, di media sosial X.
Artikel Terkait
Misteri Rasa Kenyang: Bagaimana Tubuh Memberi Tanda Cukup, Stop!
Telkomsel Bangkitkan Kembali Sinyal di Takengon Pascabencana
Mitos Multitasking Perempuan: Ketika Stereotip Dianggap Fakta Ilmiah
Mencari Batas Dingin: Dari Gurun Es Antarktika Hingga Jatuh Bebas di Menara Kuantum