”Keempat, naskah ini menyoroti peran aktif perempuan, sebuah ciri yang didukung latar belakang budaya Minangkabau dengan kekerabatan matrilineal. Dan yang kelima, sebagai satu-satunya karya tulis tangan Melayu Minangkabau yang mengungkap fakta sejarah, naskah ini mempunyai posisi tak tergantikan sebagai referensi masa depan,” urai Aditia Gunawan.
Jika ditelaah lebih lanjut, menurut dia, naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol menceritakan refleksi pribadi Tuanku Imam Bonjol tentang pengorbanan dan efek perang yang berkepanjangan selama 34 tahun. Tuanku Imam Bonjol mengekspresikan penyesalan yang dalam kepada pengikutnya, di mana timbul pertanyaan dalam dirinya, apakah ada banyak aturan di dalam Alquran yang telah dilanggar selama perang tersebut.
”Lahir pada 1772 di Sumatera Barat, Tuanku Imam Bonjol adalah pemimpin perang Paderi, salah satu perang terlama suku Minangkabau melawan kolonialisme Belanda dari tahun 1803-1837 di Indonesia. Dia ditahan dan diasingkan di beberapa tempat di Indonesia, dan dalam masa pengasingan, masih mengatur pergerakan perlawanan melawan penjajah,” tutur Aditia Gunawan.
Setelah penetapan naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol oleh MOWCAP, dia menjelaskan, diperlukan program tindak lanjut yang menjadikan naskah tersebut mudah diakses, dikenal luas, dan dilestarikan, hingga generasi mendatang.
Sumber: jawapos
Artikel Terkait
Harga Beras Stabil Jelang Nataru, Pemerintah Klaim 214 Wilayah Alami Penurunan Harga
Mentan Bongkar Praktik Serakahnomics yang Ancam Pangan Nasional
IMF Didesak Cairkan Cadangan Emas untuk Selamatkan 3,4 Miliar Penduduk Negara Berkembang
Prabowo Resmikan RS Kardiologi Emirates-Indonesia, Bukti Kemitraan Strategis dengan UEA