Lalu bagaimana dengan China? Ceritanya berbeda. Permintaan domestik di sana masih terlihat lesu. Pertumbuhan ekonomi di triwulan ketiga melambat, konsumsi rumah tangga pun seret. Penjualan ritel dan sektor properti yang melambat semakin memperumit upaya pemulihan ekonomi Negeri Tirai Bambu itu.
Nah, kalau melihat ke dalam negeri, posisi Indonesia justru terlihat lebih solid. Mahendra memaparkan, pertumbuhan triwulan III tahun ini diperkirakan mencapai 5,04 persen. Indeks Manufaktur atau PMI juga masih bertahan di zona ekspansi, kabar yang cukup melegakan.
Tapi tentu saja, tidak semuanya mulus. Perkembangan permintaan dalam negeri tetap harus diawasi. Beberapa indikator konsumsi, seperti inflasi inti, kepercayaan konsumen, dan penjualan ritel, menunjukkan tanda-tanda moderasi. Ini yang perlu dicermati ke depannya.
Di tengah semua dinamika global dan domestik yang bergejolak ini, Mahendra menutup dengan pesan yang cukup menenangkan. Menurutnya, sepanjang 2025, ketahanan sektor jasa keuangan Indonesia secara umum masih kuat. Setidaknya, itu modal yang baik untuk menghadapi ketidakpastian.
Artikel Terkait
Empat Langkah Kunci Pemerintah Antisipasi Kemacetan Nataru
Gempa Besar di Jepang: Alarm atau Cuma Imbauan Biasa?
Ammar Zoni Dipindah ke Lapas Narkotika Jakarta Jelang Sidang Lanjutan
Polisi Lacak Aset Wedding Organizer Penipu untuk Ganti Rugi Korban Rp11,5 Miliar