Tak kalah penting, mekanisme transisi fiskal saat ada perubahan skema kontrak dan pengelolaan Tax Loss Carry Forward (TLCF) harus diperbaiki. Tujuannya jelas: mencegah lonjakan beban pajak yang tiba-tiba dan melindungi kontraktor dari kerugian langsung yang meningkat.
Namun begitu, perbaikan di tingkat praktis saja tidak cukup. Komaidi menekankan bahwa revisi UU Migas yang sedang berproses harus segera diselesaikan. Dua prinsip utama, assume and discharge dan lex specialis, wajib ditegaskan kembali sebagai fondasi fiskal dalam skema PSC.
Prinsip assume and discharge ini sederhana: kontraktor hanya menanggung pajak langsung. Pajak tidak langsung menjadi tanggungan pemerintah. Dengan cara ini, porsi bagi hasil yang dibicarakan adalah penerimaan bersih, karena semua komponen pajak sudah diperhitungkan. Sementara lex specialis menegaskan bahwa aturan perpajakan di hulu migas mengikuti UU Migas sebagai hukum khusus.
Penerapan kedua asas ini diharapkan memberikan kepastian hukum yang lebih kokoh bagi para kontraktor.
Kita bisa belajar dari negara lain. Brasil dan Malaysia, contohnya, sukses melakukan reformasi fiskal untuk menjaga stabilitas dan mendongkrak produksi di lapangan-lapangan tua.
Brasil menerapkan berbagai insentif menarik. Mulai dari penurunan royalti hingga 5 persen untuk lapangan mature, percepatan depresiasi, hingga keringanan pajak untuk proyek Enhanced Oil Recovery (EOR). Hasilnya? Brasil berhasil masuk jajaran lima besar produsen migas dunia pada 2023, dengan pertumbuhan produksi minyak rata-rata 3,8 persen per tahun dalam dekade terakhir.
Malaysia juga tak kalah sukses. Negeri jiran itu mampu mempertahankan produksi minyaknya di atas 500 ribu barel per hari sejak tahun 2000. Rahasianya? Mereka punya kontrak khusus untuk lapangan mature, seperti Risk Service Contracts (RSC) yang menawarkan pembebasan dan pengurangan tarif pajak.
Untuk lapangan dengan sumber daya sangat kecil, Malaysia punya skema PSC Small Field Assets (SFA). Mekanisme bidding digunakan untuk menentukan porsi bagi hasil, memberikan kepastian pengembalian investasi bagi kontraktor.
Jadi, pelajarannya jelas. Menurut Komaidi, penyempurnaan kebijakan fiskal, terutama lewat pemberian insentif yang tepat, adalah kunci utama. Tanpa itu, mempertahankan produksi di lapangan-lapangan tua yang keekonomiannya terus menipis akan sangat sulit. Pilihannya seringkali hanya dua: berikan insentif agar proyek masih layak secara bisnis, atau terpaksa menghentikan produksi sama sekali.
Masa depan produksi migas nasional, tampaknya, sangat ditentukan oleh keputusan fiskal yang diambil hari ini.
Artikel Terkait
Putin Puji Keteguhan Modi: India Takkan Berhenti Beli Minyak Rusia Meski Ditekan AS
Dua Garuda Pertiwi Merapat ke Maladewa, Bela Odi Sports Club di Liga Perempuan
Menarini Pacu Ekspor Farmasi RI, Dermatix Sasar Pasar Tiongkok
Purbaya Yakin Ekonomi Tumbuh di Atas 5,5% Meski Diterjang Banjir