“Kita baru saja mulai menyerang kapal-kapal pengangkut narkoba dan mengirim teroris narkotika ke dasar laut karena mereka telah meracuni rakyat Amerika,” tegas Hegseth.
Menurutnya, jeda operasi terjadi karena intelijen kesulitan melacak kapal pembawa narkoba pasca-operasi dimulai pada September lalu. Ya, sejak awal September itulah Presiden Trump memberikan lampu hijau untuk serangkaian serangan di lepas pantai Venezuela. Serangan itu, yang oleh banyak pihak dianggap main hakim sendiri, langsung memantik reaksi.
Tak sedikit anggota parlemen AS sendiri yang menyoroti langkah Trump ini. Mereka curiga, pemerintahan saat ini hanya mencari-cari pembenaran untuk aksi militernya. Kritik bahkan datang lebih keras dari luar.
Lembaga HAM internasional dan sejumlah negara Amerika Latin nyaris bersuara satu. Mereka mengecam keras operasi AS tersebut, menyebutnya tak lebih dari eksekusi di luar proses pengadilan. Gelombang protes ini sepertinya belum akan mereda, sementara kapal-kapal perang AS masih berpatroli di perairan hangat itu.
Artikel Terkait
Permohonan Maaf di Depan PN: Keluarga Terdakwa Uya Kuya Berurai Air Mata
Azan Terakhir Quentin untuk Sang Ayah, Karina Tak Kuasa Menahan Tangis di Pemakaman Epy Kusnandar
Menteri Keuangan Coba Moge Patroli, Malah Ungkap Lebih Nyaman Pakai Motor Bebek
KBLI Bakal Diperbarui, Targetkan Potret Ekonomi Lebih Tajam