Caranya? Dengan pendekatan langsung. Mereka terbang ke China, bertemu investor, dan meyakinkan mereka.
"Dan karena sebab itu kita terbang ke sana, meyakinkan mereka untuk membuka pabriknya di sini," tutur Rosan soal langkah diplomasi ekonomi itu. Intinya, pengolahannya harus dibangun di dalam negeri.
Kehadiran pabrik di Morowali jelas mengubah banyak hal. Rantai logistik yang dulu panjang dan mahal, kini memendek. Efeknya langsung terasa di tingkat petani.
Rosan memastikan, hilirisasi kelapa tak berhenti di Morowali. Rencananya, proyek serupa akan dibangun di Riau dan beberapa titik lain di Sulawesi Tengah.
"Sehingga harga kelapanya juga makin meningkat di sini karena mereka tidak lagi perlu memperhitungkan biaya logistik pengiriman kelapa dari Indonesia ke China," jelasnya.
Harapannya jelas: kesejahteraan petani naik, industri dalam negeri tumbuh. Semoga target operasi 2026 benar-benar terwujud.
Artikel Terkait
Di Tengah Reruntuhan Longsor Sibolga, Seorang Brimob Temukan Jenazah Ibunya Sendiri
IIMS 2026 Siap Hadirkan Lebih dari Sekadar Mobil
Peri Sandria Desak PSSI: Pelatih Asing Wajib Gandeng Pelatih Lokal
Optimisme Terukur: Bos Asia Tenggara Percaya Diri di Kawasan, Waspada pada Dunia