Selain urusan bullying, Asep juga menyoroti fenomena lain yang masih sering terlihat: ramainya siswa yang menggunakan kendaraan listrik ke sekolah. Dia mendesak Disdikpora untuk segera mengevaluasi persoalan ini. "Ya itu kan walaupun sifatnya itu sepeda, tapi kan itu kecepatannya sudah di atas, karena itu kendalinya ada di bawah tenaga kelistrikan ya, bukan karena gowes. Kalau gowes mungkin tidak akan secepat itu. Harusnya ada penertiban lah mungkin melalui Dinas Pendidikan," tegas dia.
Lalu, bagaimana sebenarnya kronologi peristiwa bullying yang menimpa NER ini? Semuanya berawal dari hal sepele. Pelaku, seorang siswa laki-laki, meminjam kipas mini milik NER. Saat ditolak, dia langsung kesal. Tanpa ampun, kerudung NER dijambak hingga tiga kali, disertai kata-kata kasar yang menghina orang tuanya. Tindakannya makin menjadi. Dia menabrakkan sepeda listriknya ke perut NER, melempar batu hingga mengenai paha, dan yang paling menghinakan meludahi wajah korban.
NER berusaha kabur, tapi nasib berkata lain. Dia terjatuh dengan keras. Akibatnya, tulang tangan kanannya patah.
Mendengar dan melihat anaknya mengalami hal seperti itu, sang ibu, Rizka Puspitasari (36), tak kuasa menahan perih. "Ibu mana yang tidak hancur melihat anaknya diperlakukan seperti itu. Secara fisik terluka, secara psikis juga sangat terpukul,"
keluhnya. Rasanya, luka di hati jauh lebih sulit sembuh dibanding luka di tubuh.
Artikel Terkait
Di Balik Peringatan Hari Guru, Perlindungan dan Kesejahteraan Masih Jadi Mimpi
Karsa Budaya Prima: Ketika CSR Menjadi Nadi Pelestarian Warisan Nusantara
Relawan Beraksi Cepat di Tengah Reruntuhan Abu Semeru
Bamsoet Desak Kampus Cetak Sarjana Penggerak Ekonomi, Bukan Pencari Kerja