Trump tak tanggung-tanggung. Dia mengenakan tarif dua digit untuk impor dari mayoritas negara. Belum lagi pungutan khusus untuk produk tertentu seperti baja, tembaga, dan otomotif. Kebijakan inilah yang diduga kuat menekan aktivitas impor.
Tapi, jangan dikira defisitnya terus turun sepanjang tahun. Faktanya, hingga Agustus 2025, defisit perdagangan AS justru meningkat 25 persen dibanding periode sama tahun 2024. Angkanya mencapai USD713,6 miliar, naik dari USD571,1 miliar.
Lalu, apa artinya ini bagi perekonomian? Penurunan impor dan defisit perdagangan sebenarnya bagus untuk pertumbuhan ekonomi. Soalnya, produk asing itu dikurangkan dari produk domestik bruto (PDB) negara. PDB sendiri adalah output total barang dan jasa suatu negara.
Jadi, meski ada penurunan di bulan Agustus, cerita sepanjang 2025 ternyata tak semulus itu.
Artikel Terkait
Ratih Kumala Ubah Kekesalan Politik Jadi Fabel Semut Koloni
Tiga Korban Ledakan SMAN 72 Masih Berjuang di Ruang Perawatan Intensif
Cak Imin Soroti Kunci Utama Hapus Kemiskinan Ekstrem pada 2026
Prabowo Soroti Becak Listrik di Tengah Percepatan Program Gizi