Risnauli juga mengingatkan soal batas. Kebebasan berekspresi dalam demokrasi bukanlah kebebasan tanpa tapal batas. Setiap ucapan di ruang publik, apalagi dalam situasi darurat bencana, harus mempertimbangkan dampaknya. Dampak sosial, psikologis, bahkan hukum.
“Demokrasi bukan berarti bebas melukai,” tambahnya.
Ia pun mengajak semua konten kreator dan figur publik untuk lebih hati-hati. Lebih empati. Utamakan verifikasi sebelum bicara. Korban bencana butuh penguatan, bukan ketakutan baru. Mereka butuh empati, bukan sensasi.
“Jangan jadikan penderitaan rakyat sebagai panggung personal,” tutup Risnauli.
Sementara itu, Ferry Irwandi dalam unggahannya bercerita soal kabar-kabar "horor" yang didengarnya dari lokasi bencana.
“Ceritain aja lah, tadi aku dikasih voice note, dikasih cerita horor ada pemerkosaan ya,” ucap Ferry, seperti dikutip dari sebuah akun TikTok.
Ia menggambarkan kondisi masyarakat yang sudah porak-poranda. “Manusia dalam kondisi social culture, situasi kelompok masyarakat yang udah separah itu ya dan dalam situasi seburuk itu.”
Artikel Terkait
Klaim 93% Listrik Aceh Menyala Dibantah: Faktanya Masih Gelap Gulita
AI UGM Sebut Jokowi Tak Lulus, Kampus Buru-buru Meluruskan
Desakan Mencopot Menhut Bergema Usai Banjir Bandang Melanda Sumatra
Rocky Gerung Soroti Kegagalan Mitigasi di Balik Banjir dan Longsor Sumatera