Jusuf Kalla Marah: Lahan 16 Hektar di Makassar Diserobot, Eks Wapres Tuding Mafia Tanah
Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), secara terbuka menyatakan kemarahannya setelah lahan seluas 16,4 hektar miliknya di Makassar diserobot. JK dengan tegas menuding adanya praktik mafia tanah di balik sengketa lahan antara Hadji Kalla dan Gowa Makassar Tourism Development (GMTD).
Klaim Pelanggaran Hukum dalam Eksekusi Lahan
Jusuf Kalla menilai eksekusi lahan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Makassar tidak sah secara hukum. Menurutnya, eksekusi tersebut dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang benar sebagaimana diatur dalam ketentuan Mahkamah Agung (MA).
"Kalau begini, nanti seluruh kota (Makassar) dia akan mainkan seperti itu, merampok seperti itu. Kalau Hadji Kalla saja dia mau main-maini, apalagi yang lain," ujar Jusuf Kalla.
Kronologi Kepemilikan Lahan dan Sengketa
JK menyampaikan penjelasannya langsung saat meninjau lokasi sengketa di Jalan Metro Tanjung Bunga, Tamalate, Makassar, pada Rabu (5/11/2025). Ia menegaskan bahwa lahan seluas 16,4 hektar tersebut telah dimiliki oleh Hadji Kalla sejak tahun 1993, yang dibeli dari anak Raja Gowa. Namun, putusan pengadilan justru memenangkan pihak GMTD.
"Padahal ini tanah saya sendiri yang beli dari Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa. Ini kan dulu masuk Gowa ini. Sekarang masuk Makassar," tambahnya.
Prosedur Eksekusi yang Dianggap Cacat Hukum
JK menegaskan bahwa eksekusi yang dilakukan melanggar aturan. Ia menjelaskan bahwa prosedur eksekusi yang sah harus dilakukan langsung di lokasi dan diukur oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), bukan ditunjuk oleh salah satu pihak yang bersengketa.
"Dia bilang eksekusi. Di mana eksekusi? Kalau eksekusi mesti di sini (di lokasi). Syarat eksekusi itu ada namanya constatering, diukur oleh BPN yang mana. Yang tunjuk justru GMTD. Panitera tidak tahu, tidak ada hadir siapa, tidak ada lurah, tidak ada BPN. Itu pasti tidak sah," tegas JK.
Tudingan Rekayasa Hukum dan Manipulasi
JK lebih lanjut menuding GMTD melakukan manipulasi dalam proses hukum dan menyebut langkah mereka sebagai rekayasa hukum. Ia menilai pihak GMTD telah melanggar ketentuan Mahkamah Agung terkait kewajiban pengukuran lahan oleh BPN.
Artikel Terkait
Dedi Mulyadi Geser Anies & Ganjar di Peringkat 2, Ini Hasil Survei Terbaru Capres 2025
Sri Owen Meninggal Dunia: Penulis Legendaris yang Memopulerkan Kuliner Indonesia di Inggris
Bocah Bilqis Diculik di Makassar Ditemukan di Jambi, Terungkap Dijual Rp 3 Juta via Facebook
Ledakan SMAN 72 Jakarta: Kronologi, Motif Pelaku Korban Bullying, dan 7 Fakta Mengerikan