KontraS sendiri melihat kematian di dalam tahanan sebagai indikator kegagalan sistem yang serius. Fatkhul juga menyoroti kondisi fisik Alfarizi yang memburuk selama ditahan. Berat badannya disebut turun sangat drastis, mencapai 30 hingga 40 kilogram.
"Selama masa penahanan, Alfarisi dilaporkan mengalami penurunan berat badan yang sangat drastis, 30-40 kilogram," jelasnya.
Kondisi itu, bagi KontraS, menunjukkan adanya tekanan psikologis berat. Diduga, standar minimum penahanan dan layanan kesehatan di rutan tak terpenuhi. Mereka pun mendesak penyelidikan yang cepat, independen, dan transparan.
"Segera melakukan penyelidikan independen dan menyeluruh atas kematian Alfarisi bin Rikosen," desak Fatkhul. "Termasuk membuka akses informasi kepada publik dan keluarga korban."
Tak hanya itu, evaluasi menyeluruh terhadap kondisi Rutan Medaeng dan rutan lainnya juga dinilai mendesak. "Pastikan akses layanan kesehatan yang layak dan perlakuan manusiawi bagi seluruh tahanan tanpa diskriminasi," tambahnya.
Lalu, seperti apa sebenarnya profil Alfarizi? Pemuda 21 tahun ini adalah seorang yatim piatu asal Sampang. Dia tinggal bersama kakak kandungnya di kawasan Bubutan, Surabaya. Kehidupan sehari-harinya diisi dengan mengelola warung kopi kecil di teras rumah mereka.
Awal penangkapannya terjadi pada 9 September 2025 sekitar pukul 11.00 WIB di rumahnya. Polisi mengamankannya karena diduga terlibat kepemilikan senjata api, amunisi, dan bahan peledak. Mula-mula dia ditahan di Polrestabes Surabaya, sebelum akhirnya dipindahkan ke Rutan Medaeng.
Atas perkaranya itu, Alfarizi didakwa dengan Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Pasal tersebut mengatur tentang kepemilikan atau keterlibatan dengan senjata api dan bahan peledak.
Artikel Terkait
Libur Natal Usai 28 Desember, Kapan Giliran Tahun Baru?
Dedi Mulyadi Soroti Bupati Cirebon soal Rencana Sawit yang Tak Dilaporkan
Guru Pasuruan Dipecat Usai Curhat Jarak Mengajar Viral
Gugatan Nur Aini: Viral di TikTok, Dipecat karena Bolos 90 Hari