Perhatikan saja detail-detail kecilnya. Gaya candi terlihat jelas di dinding bawah, pintu gerbang utama, sampai ornamen di atas gerbang. Semua itu sudah ada sejak gedung ini dibangun lebih dari seratus tahun lalu.
Dia pun menegaskan, gapura baru ini bukan Candi Bentar ala Majapahit atau Demak. Bentuknya tidak terbelah dua, melainkan menyatu persis meniru bentuk jendela tengah gedung utama.
Menariknya, gapura ini dibangun dengan bata khusus dari Madura. Tekniknya pun tradisional, tanpa semen, hanya mengandalkan sistem pengunci seperti pada Candi Jiwa di Indramayu atau Candi Cangkuang di Garut.
Ke depan, gapura akan dicat putih agar selaras dengan gedung utama. Dan siapa tahu, pembangunan serupa di tempat lain bisa menggunakan tanah dari Plered Purwakarta atau Jatiwangi Majalengka tentu setelah diteliti lebih dulu.
Dedi Mulyadi hanya geleng-geleng melihat reaksi netizen. Baginya, ini bukti kalau sesuatu yang bernilai budaya tinggi selalu memantik perdebatan.
Yang jelas, kontroversi ini membuka mata banyak orang tentang kekayaan arsitektural Gedung Sate yang selama ini mungkin terabaikan.
Artikel Terkait
Libur Nataru 2025 Bakal Panjang, Pemerintah Pastikan Cuti Bersiap 4 Hari Berturut-turut
Gubernur Dedi Mulyadi Tanggung Biaya Kuliah Zacky, Korban Fitnah Warga Bandung
Pria dengan Gangguan Jiwa Diamankan Usai Curi Mobil di Gowa
Kisah Zacky di Bandung: Dituduh Tabrak Anak, CCTV Buka Suara