Kebijakan ini ternyata punya dampak ganda. Selain sisi humanis, ada pertimbangan efisiensi anggaran. Dengan berkurangnya kepadatan pegawai di kantor, biaya operasional seperti listrik, air, dan internet bisa ditekan. "Tidak perlu terlalu banyak orang di kantor jika tidak produktif. Kinerja ASN itu soal kualitas output, bukan durasi duduk," tegas Dedi.
Namun begitu, Dedi memastikan prinsip keadilan tetap dijunjung. Dia menyoroti nasib ASN yang bertugas di lapangan dengan risiko tinggi. Bagi mereka, Pemprov Jabar sedang menyiapkan mekanisme kenaikan tunjangan khusus. Misalnya untuk petugas yang mengawasi penutupan tambang ilegal atau memantau kondisi jembatan dan irigasi.
"Saya berkomitmen, bagi pegawai lapangan yang penuh risiko, ada ancaman, mengawasi konstruksi berat, saya akan meningkatkan tunjangan mereka," janjinya.
Secara keseluruhan, langkah ini disebut sebagai bagian dari reformasi birokrasi Jabar yang lebih berorientasi pada kualitas kerja. Dedi berharap tercipta budaya kerja yang lebih sehat dan bahagia, tanpa mengorbankan pelayanan kepada masyarakat. "Kita ingin birokrasi yang sehat, bahagia, tapi tetap maksimal melayani rakyat," pungkasnya.
Artikel Terkait
Misteri Biaya S3 Dosen Untag: Polisi Berharta Rp94 Juta Bisa Danai Kuliah Rp119 Juta
Rusa Peliharaan Susi Pudjiastuti Tewas Diterkam Anjing Liar, Lapor Polisi Tak Digubris
Kisah dr. Gia: Dari Rahim Copot yang Menggegerkan hingga Karier Cemerlang di Dunia Medis
Bayi Meninggal di ICU India Diduga akibat Gigitan Tikus, Keluarga Tuntut Pertanggungjawaban