Menurutnya, pola komunikasi yang akrab seperti ini sangat diperlukan. Tujuannya, agar masyarakat tergerak dari dalam diri untuk patuh, bukan karena takut ditilang. Kesadaran berlalu lintas, dalam pandangannya, harus jadi budaya. Bukan sekadar aturan kaku yang dipatuhi dengan terpaksa.
Dia melanjutkan dengan nada yang cukup filosofis. Hampir semua orang kini menggunakan kendaraan, katanya. Maka, menciptakan budaya tertib di jalan adalah sebuah keharusan.
Jadi, langkah ini bukan sekadar program sesaat. Agus rupanya sedang mencoba membangun fondasi yang lebih kuat. Pendekatan personal, dari hati ke hati, diharapkan bisa mengubah kebiasaan lama yang sulit diatur hanya dengan hukum.
Waktulah yang akan membuktikan apakah strategi pertemanan ini benar-benar efektif. Tapi setidaknya, ada upaya untuk mencairkan sekat yang selama ini mungkin ada di jalanan.
Artikel Terkait
Kapolda Metro Jaya: Keamanan Jakarta adalah Hasil Gotong Royong, Bukan Hanya Tugas Polisi
Jaksa Agung Copot Kajari Bekasi Usai Rumahnya Disegel KPK
Laporan Gratifikasi ke KPK Tembus 5.020 Kasus, Nilainya Rp 16,4 Miliar
Anggaran Bencana Sumatera Tersedia, Koordinasi BNPB dan Kemenkeu Dinilai Harus Lebih Gesit