Indonesia dinominasikan sebagai calon tunggal untuk Presiden Dewan HAM PBB tahun 2026 oleh kelompok Asia-Pasifik. Kabar ini sendiri sudah dikonfirmasi oleh Kementerian Luar Negeri. Tapi, tentu saja, pencalonan ini bukan sekadar formalitas. Ada tanggung jawab besar yang menanti.
Lantas, bagaimana Indonesia akan menjalani peran ini nantinya? Teuku Rezasyah, seorang pakar hubungan internasional dari Unpad, punya beberapa pandangan.
“Secara tradisi diplomatik, Indonesia akan menjalankan amanah ini secara bertanggung jawab,” ujar Reza, Jumat lalu.
“Diplomasi kita sebenarnya sudah dikenal punya prinsip profesionalisme tinggi. Selalu mengedepankan musyawarah dan mufakat, itu ciri khas kita,” tambahnya.
Namun begitu, Reza langsung menekankan satu hal penting. Menurutnya, Indonesia harus siap dengan sorotan internasional yang akan mengarah ke dalam negeri sendiri. Berbagai masalah HAM yang pernah atau sedang terjadi di sini, pasti akan jadi bahan perhatian. Perhatian itu bakal datang bukan cuma dari pemerintah negara lain, tapi juga dari berbagai LSM internasional.
“Bagi masyarakat internasional, formula HAM dari mana pun asalnya, termasuk dari Indonesia, harus sudah tuntas. Tidak boleh ada celah masalah etika dan hukum, sekecil apa pun,” tegasnya.
Karena itulah, dia mendorong pemerintah untuk memperkuat sinergi. Antar kementerian, lembaga, sampai organisasi masyarakat. Tujuannya jelas: mempercepat penyelesaian isu-isu HAM dalam negeri. “Upayakan kesepakatan, sekecil apa pun, lewat musyawarah. Tapi dengan tenggat waktu yang jelas,” imbuh Reza.
Di sisi lain, dunia HAM itu ruwet. Reza memberikan wanti-wanti soal potensi benturan antara teori dan praktik. Kritik soal HAM, kata dia, sering kali jadi alat dalam persaingan global yang keras.
Artikel Terkait
Kardinal Suharyo Ingatkan Bahaya Kekuasaan dan Uang dalam Khotbah Natal
Video Buaya di Pantai Watu Leter Bikin Heboh, Ternyata Hoaks
Brimob Banten Diberangkatkan ke Aceh, Fokus pada Bantuan Korban Bencana
Wagub Babel Tersangka Ijazah Palsu Meski Tak Dipakai di Pilkada