"Menghapus subsidi yang dirancang buruk dari masa lalu bukan berarti pengabaian. Itu berarti ketertiban, keadilan, redistribusi yang jelas," tambahnya.
Selama ini, situasinya memang rumit. Pemerintah Bolivia bertindak sebagai importir utama bensin dan solar. Mereka membeli dengan harga pasar internasional, lalu menjualnya kembali ke dalam negeri dengan harga yang lebih murah alias merugi. Skema ini lama-kelamaan menggerogoti cadangan devisa.
Akibatnya, negara itu menghadapi krisis ekonomi terparah dalam empat puluh tahun terakhir. Cadangan dolar AS menipis drastis karena terus dikuras untuk menutup selisih harga BBM.
Dampaknya sudah terasa di lapangan. Sejak tahun lalu, antrean panjang di SPBU jadi pemandangan yang terlalu biasa. Kurangnya pasokan membuat pengendara harus rela mengantre berjam-jam. Bahkan, tak jarang, mereka menunggu berhari-hari hanya untuk mendapatkan beberapa liter bensin. Situasi yang melelahkan dan memicu ketidakpuasan.
Kini, dengan dekrit baru itu, era antrean panjang mungkin akan berganti dengan era harga baru. Rakyat Bolivia bersiap untuk babak berikutnya.
Artikel Terkait
Filsafat Kembali Menyapa: Jeda di Tengah Deru Zaman yang Tak Pasti
Pelepasan 1.035 Pekerja Migran Jadi Kick Off Program Quick Win Prabowo
KPK Amankan Kajari dan Uang Ratusan Juta dalam OTT di Kalsel
Trump Percepat Misi Bulan, Mars Ditunda demi Ambisi 2028