“Pembentuk undang-undang segera melakukan pengkajian secara komprehensif norma Pasal 2 ayat (1) dan norma Pasal 3 UU Tipikor,”
tegas Hakim Konstitusi Guntur Hamzah.
“Dalam hal hasil kajian membutuhkan revisi atau perbaikan… pembentuk undang-undang dapat memosisikan revisi atau perbaikan dimaksud sebagai prioritas,”
lanjutnya.
Permintaan ini bukan tanpa catatan. Guntur Hamzah menambahkan, jika revisi benar-benar dilakukan, prosesnya harus hati-hati. Jangan sampai justru melemahkan semangat pemberantasan korupsi yang selama ini digaungkan sebagai kejahatan luar biasa. Selain itu, substansi sanksi pidana harus dirumuskan dengan kepastian hukum yang lebih tinggi. Tujuannya jelas: meminimalisir potensi penyalahgunaan wewenang.
Dan yang tak kalah penting, MK menekankan agar proses revisi nanti melibatkan banyak pihak. Semua kalangan yang peduli dengan agenda pemberantasan korupsi harus diberi ruang partisipasi yang bermakna.
Jadi, putusan ini seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi, kemenangan bagi status quo hukum saat ini. Di sisi lain, ia adalah alarm yang berbunyi nyaring, mengingatkan bahwa ada pekerjaan rumah besar yang masih menunggu untuk diselesaikan.
Artikel Terkait
Malam Mencekam di Klaten: Dimas Dikejar dan Dibacok Empat Begal
Amuk Warga Bakar Rumah Bandar Narkoba di Madina, Lima Orang Diamankan
Setelah Pemulihan Intensif, Banda Aceh Kembali Terangi
Geram Narkoba, Ibu-Ibu Tabuyung Bakar Rumah Diduga Markas Bandar