Di Balik Pintu Riksaan KPK: Bukan Dementor, Tapi Seni Membaca Karakter

- Minggu, 07 Desember 2025 | 08:30 WIB
Di Balik Pintu Riksaan KPK: Bukan Dementor, Tapi Seni Membaca Karakter

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, membuka-bukaan soal strategi ini. Katanya, penyidik tidak langsung membuka berkas kasus dan menembaki dengan pertanyaan.

Ungkap Asep di Bogor, Selasa (18/11/2025).

Profiling ini bukan cuma baca biodata. Mereka mengulik karakter, lingkungan pergaulan, sampai urusan asmara. Menurut Asep, orang yang punya banyak relasi dan pacar cenderung lebih fasih menyembunyikan sesuatu. Atau sederhananya, lebih mungkin untuk berbohong.

Jelasnya.

Nah, kalau yang dihadapi adalah sosok religius, maka pendekatannya pun akan disesuaikan. Pembicaraan bisa dimulai dengan nilai-nilai keagamaan.

Kuncinya adalah menghilangkan kekakuan. Sebelum masuk ke inti perkara, percakapan ringan tentang keluarga atau hobi sering jadi pembuka. "Ice breaking lah," sebut Asep. Tujuannya satu: mencairkan suasana dan membangun hubungan emosional sekecil apa pun.

Setelah kepercayaan itu terbangun dan saksi mulai nyaman bercerita, barulah materi pemeriksaan dibuka perlahan. Dan saat momentumnya pas, penyidik akan menunjukkan fakta-fakta yang sulit dibantah.

Teknik itu biasanya yang paling jitu. Ketika bukti sudah terpampang nyata, pengakuan pun seringkali mengalir dengan sendirinya. Seperti kata Asep, carilah kesalahan utamanya dulu, lalu tunjukkan. Sederhana, tapi butuh kesabaran dan pemahaman mendalam tentang manusia.

Jadi, tidak ada mantra Patronus yang melayang di ruang riksa KPK. Yang ada hanyalah strategi, observasi tajam, dan percakapan yang dirancang untuk mengungkap kebenaran. Mungkin tidak magis, tapi efektif.


Halaman:

Komentar