Guru di Pedalaman Papua Menari di Layar Pintar, Tapi Bisakah Mereka Jadi Pemandu di Panggung Global?

- Rabu, 03 Desember 2025 | 12:15 WIB
Guru di Pedalaman Papua Menari di Layar Pintar, Tapi Bisakah Mereka Jadi Pemandu di Panggung Global?

Membicarakan ini memang gampang. Praktiknya? Itu cerita lain. Kita harus jujur, kemampuan digital guru-guru kita masih timpang. Apalagi di daerah 3T yang serba terbatas. Kalau salah langkah, gelombang teknologi ini bukannya membantu, malah bikin guru kewalahan dan stres.

Di titik inilah pendekatan manajemen talenta mutlak diperlukan. Kita tidak bisa asal lempar alat lalu berpangku tangan.

Pertama, soal pelatihan. Kita butuh program upskilling yang serius tapi masuk akal. Tinggalkan pelatihan sekadar formalitas. Perlu skema hibrida katakanlah 120 jam setahun yang fokus pada blended learning, menggabungkan yang daring dan luring dengan porsi pas.

Kedua, insentif. Di dunia profesional mana pun, keahlian baru patut dihargai. Guru di pelosok yang berhasil menjadi fasilitator digital andal harus dapat penghargaan dan jalur karier yang jelas.

Ketiga, kita perlu mendefinisikan ulang pekerjaan guru. Pemerintah, lewat Kemendikbudristek dan BKN, harus merombak ukuran kinerja. Targetnya bukan lagi sekadar memenuhi jam mengajar, tapi seberapa besar mereka berhasil memicu kemandirian belajar siswa.

Menuju Panggung yang Lebih Luas

Visi "Asta Cita" pemerintahan menuntut SDM unggul. Dan guru adalah ujung tombaknya.

Transformasi menuju peran pemandu akan melahirkan generasi yang mandiri. Sudah ada buktinya. Di daerah yang sinyal internetnya nyaris nol, siswa justru bisa belajar coding dan pengenalan AI. Kenapa? Karena gurunya piawai memanfaatkan teknologi luring yang tersedia.

Pada dasarnya, guru-guru Indonesia sudah siap untuk melompat. Dari ruang kelas yang sempit, menuju panggung dunia yang tak terbatas. Tugas kita bersama pemerintah dan masyarakat adalah memastikan lompatan itu tidak dilakukan dengan tangan kosong.

Mari pastikan setiap layar yang menyala di sudut-sudut kelas negeri ini, bukan sekadar pajangan. Tapi menjadi jendela yang membawa cahaya masa depan untuk anak-anak kita.

Raisa Ayu Rininta. ASN dan Mahasiswa FIA UI.


Halaman:

Komentar